yoldash.net

Eksperimen 100 Hari di Dalam Air, Apa yang Terjadi pada Manusia?

Mantan penyelam angkatan laut AS (Navy) melakukan eksperimen dengan hidup 100 hari di bawah air. Apa yang kemudian terjadi padanya?
Ilustrasi. Simak efek yang terjadi pada manusia jika kelamaan di dalam air. (Pixabay/tpsdave)

Jakarta, Indonesia --

Manusia, yang terbiasa hidup di daratan, akan menerima sejumlah efek jika lama tinggal di dalam air. Simak eksperimen pakar Inggris berikut.

Mantan penyelam angkatan laut AS (Navy) Joe Dituri melakukan eksperimen dengan tinggal di sebuah kotak kecil seluas 55 meter persegi di bawah air dengan kedalaman 30 kaki (9,144 meter) selama 100 hari, di Florida Keys.

Dituri melakukan penelitian tentang efek tekanan hiperbarik, yakni ketika tekanan udara lebih besar ketimbang di permukaan, pada tubuh manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia, yang juga merupakan pakar teknik biomedis, berharap dapat menggunakan waktu yang dihabiskannya di bawah permukaan air ini untuk meneliti dampak hidup di lingkungan bertekanan tinggi terhadap kesehatannya.

Menariknya, upaya tinggal di bawah air seperti yang ia lakukan ternyata berbeda dengan tinggal di kapal selam selama berhari-hari. Kapal selam tertutup rapat saat berada di dalam air dan didesain memiliki tekanan seperti di darat.

Hal ini menyebabkan tidak ada perbedaan tekanan yang signifikan, bahkan ketika kapal selam berada di kedalaman ratusan meter, seperti dikutip dari The Conversation.

Bedanya, habitat bawah laut Dituri tidak dilengkapi dengan palka yang kokoh atau pengunci udara yang memisahkan antara lautan dan ruang hidup yang kering, seperti yang dimiliki kapal selam.

Ini berarti udara di dalam habitatnya terhimpit oleh berat lautan, meningkatkan tekanan udara di sekitarnya. Pada kedalaman 30 kaki, tekanan udara di dalam habitat ini sekitar dua kali lipat lebih besar daripada yang biasa ia rasakan di darat.

Dampak tekanan bawah air

Sedikit penelitian yang menyelidiki efek paparan jangka panjang terhadap tekanan hiperbarik pada tubuh. Setiap penyelam bersertifikat sangat menyadari bahwa tekanan hiperbarik dapat menjadi ancaman yang sangat nyata bagi kita.

Dosen Senior Fisiologi di University of Westminster, London, Bradley Elliot mengatakan tubuh kita telah beradaptasi selama beberapa generasi evolusi untuk kondisi permukaan laut (bukan di bawah air).

Di permukaan, dua gas utama yang terlibat dalam pernapasan (oksigen dan karbon dioksida) bebas melintas di antara paru-paru dan darah kita.

Ketika tekanan meningkat,  kata Elliot, nitrogen di udara dipaksa untuk melintasi dinding paru-paru kita yang rapuh dan masuk ke dalam darah.

Hal ini dapat menyebabkan berbagai efek buruk. Pada kedalaman sepuluh hingga 30 meter, hal ini dapat menyebabkan euforia ringan dan suasana hati yang positif.

Tetapi setelah sekira 30 meter di bawah permukaan laut, hal ini dapat menyebabkan perilaku seperti mabuk yang dinamakan narkosis.

"Para ilmuwan tidak sepenuhnya memahami mengapa hal ini terjadi, tetapi bisa jadi karena perubahan dalam cara neurotransmiter memberi sinyal antar neuron di otak kita. Untungnya, hal ini tidak akan membahayakan Dituri, karena dia hanya berada di kedalaman sepuluh meter," tutur Elliot.

Isu kesehatan

Meskipun tempat tinggal Dituri memiliki jendela besar agar bisa menerima paparan sinar matahari dari darat, Dituri mengalami perubahan fisik lainnya selama tinggal di habitat bawah laut.

Ia mengalami perubahan ritme sirkadian alias jam internal yang mengontrol banyak fungsi tubuh, termasuk siklus tidur dan aktivitas yang bergantung pada cahaya Matahari.

Tantangan lain bagi Dituri adalah mendapatkan cukup vitamin D. Kulit harus menerima paparan sinar UV untuk membuat vitamin ini, dan ini biasanya berasal dari matahari. Dituri tidak terpapar vitamin D yang cukup selama tinggal di lingkungan bawah laut.

Vitamin D memainkan peran penting dalam menjaga kepadatan tulang, fungsi otot dan kekebalan tubuh.

Penelitian terhadap orang-orang yang tinggal di habitat bawah laut yang dijalankan oleh NASA sebagai analogi penerbangan luar angkasa menemukan bahwa mereka mengalami penurunan fungsi kekebalan tubuh setelah hanya tinggal selama 14 hari.

Dikutip dari Science Alert, Dituri perlu mendapatkan vitamin D dari sumber lain - seperti makanan tinggi vitamin D, suplemen, atau dari lampu UV - untuk meminimalkan penurunan fungsi kekebalan tubuhnya.

Efek jangka panjang

Meskipun habitat bawah laut Dituri berbeda dengan kapal selam, jumlah waktu yang dihabiskannya di sana tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh banyak kru kapal selam.

Sebagai contoh, setelah dua bulan berada di bawah laut, para awak kapal selam masih mengalami gangguan pola tidur dan masalah dengan tingkat hormon tertentu yang terkait dengan tidur.

Lihat Juga :

Awak kapal juga menunjukkan penurunan massa tulang dan otot. Hal ini memperkuat betapa pentingnya bagi Dituri untuk mendapatkan paparan vitamin D yang cukup dan berolahraga.

"Pertanyaan terbesar yang tersisa adalah apa efek tekanan hiperbarik jangka panjang terhadap Dituri. Studi apa yang kami miliki tentang efek tekanan hiperbarik hanya melihat paparan jangka pendek, yang mungkin menunjukkan efek positif pada penyembuhan luka," tutur Elliot.

"Ini akan menjadi prestasi yang menantang secara fisiologis dan mungkin secara psikologis. Jadi, meskipun Dituri hanya satu orang, data dari eksperimennya akan tetap berguna di lapangan," tandas dia.

(can/arh)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat