yoldash.net

Menyingkap Jejak Lukisan Tua di Gua Indonesia

Menjadi seorang arkeolog yang menemukan lukisan purba, Adhi mesti menjelajah hutan hingga membuat ritual tolak bala agar ekspedisi berjalan lancar.
Gunung Karst di Kalimantan Selatan (dok. Arkenas/Pindi Setiawan)

Jakarta, Indonesia -- Arkeolog muda Adhi Agus Oktaviana adalah salah satu peneliti dalam penemuan cave art tertua di dunia. Adhi seringkali keluar masuk hutan demi meneliti lukisan manusia prasejarah yang tersebar di nusantara.

Untuk meneliti, dia harus rela masuk ke daerah yang jarang terjamah manusia. Berdasarkan informasi dari warga, dia bersama timnya harus membelah sungai dengan perahu kecil, memanjat dinding-dinding gua hingga bertahan hidup di dalam hutan.

Tak cuma mesti cekatan di alam liar, para penjelajah ini juga tak jarang mesti melakukan ritual penolak bala agar kegiatan mereka berjalan lancar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita pernah tidak ada ritual penolak bala sebelum riset, ada satu orang meninggal karena tertimpa pohon tanpa ada angin atau apa di dekat situs itu," ceritanya sambil menunjukkan video kenangannya merekam prosesi ritual sebelum memulai penelitian di Kalimantan.

Menurutnya, peneliti biasanya menghabiskan waktu 12 hari hingga berbulan-bulan di situs prasejarah. Kata Adhi, hal itu menguji kemampuan untuk menghilangkan rasa jenuh dan menghindari percekcokan baik dengan rekan setim maupun masyarakat setempat.

ADVERTISEMENT

"Karena di lapangan lebih dari 2-6 minggu ya kita harus menahan emosi kita ya. Jangan sampai kita bosan di lapangan, terus bersosialisasi dengan masyarakat, berinteraksi baik dengan mereka biar nggak ada masalah," cerita dia.

Jelajah dan Ritual Demi Temukan Jejak Lukisan Tua IndonesiaTemuan lukisan gua di Kalimantan Timur (Arkenas/Pindi Setiawan)

"Arkeolog harus ada sedikit skill panjat memanjat. Ilmu itu berguna untuk saya saat saya survei," lanjut mantan anggota Mahasiswa Pecinta Alam UI ini.

Adhi mengaku bahwa kadangkala ada rekan setim yang tidak kompak untuk diajak bekerjasama.

Selain itu, para Indiana Jones di nusantara juga menghadapi masalah berhadapan dengan para 'kapitalis'. Adhi bercerita para peneliti berupaya agar tak ada ancaman pengerusakan situs oleh penambang.

"Oleh karena itu kami bekerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya, Direktorat Jendral Kebudayaan, untuk membuat situs-situs ini sebagai world heritage (situs warisan dunia)," kata dia.

Setelah penemuan lukisan tua ini, ke depan ia akan meneliti gambar-gambar di dalam gua di situs-situs lain di Indonesia. Mereka juga akan melakukan ekskavasi (penggalian) untuk mencari fosil pelukis dari gambar-gambar tersebut. Sehingga bisa di telusuri apakah nenek moyang bangsa Indonesia atau ras mongoloid atau penutur Austronesia.

Jelajah dan Ritual Demi Temukan Jejak Lukisan Tua IndonesiaLokasi penemuan lukisan tua di gunung karst (Arkenas/Pindi Setiawan)

Arkeolog Indonesia

Ketertarikan Adhi dengan bidang arkeologi dimulai sejak dini lantaran dia lahir dan dibesarkan di Pandeglang, Banten. Di sana, terdapat peninggalan-peninggalan era megalitik yang membuatnya penasaran.

Ketertarikan itu semakin membuncah saat dia berkuliah di Universitas Indonesia jurusan arkeologi. Bersama senior-seniornya, dia meneliti lukisan-lukisan perahu yang menurut para ahli jumlahnya terbatas di Indonesia.

"Saya cek literatur perahu, hubungannya orang bermigrasi, [karena zaman dulu] orang juga pakai perahu di Indonesia. Ada sekitar 67-an gambar [perahu] di Kalimantan, Sulawesi, Muna, Timor Leste dan di Papua," cerita Adhi pada Indonesia.com di kantor Puslit Arkeologi Nasional, Jakarta Selatan, Senin (12/11).

Menurut Adhi, bekerja sebagai seorang peneliti arkeologi di Indonesia saat ini cukup menantang. Untuk jadi peneliti di ARKENAS kini, calon peneliti harus sudah menyandang S2 sedangkan dirinya baru lulus S1 pada 2009 silam.

"Sekarang lebih susah karena sekarang ada aturan calon peneliti itu harus S2. Saya belum, saya sedang menunggu IELTS," ujar dia.

Namun bagi peneliti yang telah memiliki portofolio seperti dirinya, jaminan beasiswa untuk berkuliah lebih tinggi bisa datang kapan saja. Penelitian rock art tertua di dunia yang dipublikasikannya bersama peneliti dari Institut Teknologi Bandung dan Griffith University di jurnal internasional Nature telah membuatnya mendapatkan beasiswa berkuliah S2 dan profesor di Negeri Kanguru.

Jelajah dan Ritual Demi Temukan Jejak Lukisan Tua IndonesiaTak jarang mereka harus bermalam di tengah hutan karena proses penelitian membutuhkan waktu yang tak sedikit (Arkenas/Pindi Setiawan)
"[Jadi peneliti arkeolog] gampang-gampang susah karena kita ada limit 5 tahun misalnya di satu periode kita meneliti harus cukup untuk kenaikan jabatan, kalau tidak mencukupi ya kita berhenti jadi peneliti. Jadi tiap tahun harus menulis," lanjut Adhi.

Adhi telah menulis sejumlah penelitian baik nasional maupun internasional, sendiri maupun bersama-sama. Jurnal internasional pertamanya berjudul 'Hand stencils with and without narrowed fingers at two new rock art sites in Sulawesi, Indonesia' berimplikasi pada migrasi manusia prasejarah di Sulawesi.

Terlepas dari sulitnya mempublikasikan hasil riset di jurnal-jurnal nasional dan internasional, Adhi dan teman-teman penelitinya punya impian untuk memberikan informasi sebaik mungkin tentang sejarah peradaban manusia.

"Salah satu kebahagiaan kita ya memang itu (jadi penulis pertama dan utama di jurnal internasional), tapi itu cuma bonusnya aja. Yang paling menarik itu bisa menambah data atau teori. Itu paling penting," tutur dia.

Penelitian prasejarah menurutnya begitu bernilai karena membawa manfaat bagi masyarakat. Tak hanya untuk mempelajari budaya di masa lalu tetapi juga untuk memberikan nilai di situs sejarah itu sendiri.

"Manfaat ke depan yang pendek itu pariwisata ya. Sejauh ini saya melihat di Sulsel yang di Maros sebelum 2014 itu di sana masih sepi pengunjung lukisan itu. Setelah 2016 ada hasil penelitian, di setiap weekend itu pengunjung membeludak. Jadi itu signifikan sekali, jadi ekonomi masyarakat bisa meningkat," jelasnya.

"Manfaat utama menjadi bagian kebanggan kita sebagai bangsa Indonesia, bahwa di 40 ribu tahun lalu bangsa Indonesia itu sudah kreatif. Makanya anak zaman sekarang jangan banyak mengeluh ya," imbuhnya. (kst/eks)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat