yoldash.net

Samsul Jais Saksi Sejarah Perubahan Bola Voli Indonesia - Halaman 2

Samsul Jais menyebut SEA Games 1997 jadi momen perubahan permainan bola voli di Indonesia, dari yang disebut total volleyball ke spesialisasi.
Samsul Jais menolak jadi guru demi menjadi atlet bola voli. (Dok. Jakarta LaVani)

Ceritanya saking ingin bisa bola voli, saya berlatih voli di Dolog Karawang. Biasanya sesama pemain voli tarkam sering bertemu. Saya diberitahu, dia punya paman yang membina voli di Dolog, Karawang.

Maka dari situ saya ingin ikut, yang penting berlatih dulu. Kebetulan seiring perjalanan, saya termasuk binaan Dolog Karawang yang harus memperkuat atau bergabung dengan binaan Dolog Jawa Barat di Bandung.

Cuma, ketika ketika harus gabung ke Dolog Jabar, saya pulang ke Ciamis. Saat itu pula saya daftar PNS guru dan diterima, jadi saya tidak lanjut ke Dolog Jabar. Saya dulu sekolah di SGO (Sekolah Guru Olahraga). Saya masuk SGO itu niatnya karena ingin cepat dapat kerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maklum di kampung zaman dulu kan yang penting cepat dapat kerjaan. Tapi lucunya itu, awalnya saya daftar ke guru biasa di Sekolah Pendidikan Guru (SPG), namun malah masuk dapatnya di SGO.

Niatnya cepat bisa kerja PNS. Kan kalau ke SPG dulu gampang jadi guru, tapi justru saat itu lulusan SGO malah lebih dibutuhkan, karena saat itu kekurangan guru olahraga, kalau SPG itu guru umum.

Maka dari itu memang Allah sudah jalurkan saya harus berkecimpung di dunia olahraga. Ya karena saya daftar ke SPG malah dapat SGO.

Di SGO semua cabang olahraga harus bisa, karena calon guru olahraga, namun voli prioritas saya. Jadi saya belajar voli itu mulai di SGO itu. Jadi karier voli saya tidak mengenal kelompok umur 17 atau 19 tahun.

Setelah daftar guru keterima, saya dapat NIP. Kalau dulu kan jadi PNS sudah kaya apa, susah sekali jadi PNS zaman dulu. Saya juga sempat ngajar di SMP Muhammadiyah Kecamatan Kawali dan penempatan di SDN 3 Banjarwaru Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Banner Testimoni

Setelah jadi guru, ceritanya tim DLLAJR (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya) kalau sekarang namanya Dishub (Dinas Perhubungan) mencari pemain. Dari pelatih di Dolog Karawang diberi tahu, kalau mau dapat pemain bagus cari di Ciamis yang namanya Samsul Jais. Dari situ awal mula saya masuk klub DLLAJR.

Karena masuk DLLAJR saya keluar dari dari guru. Saya keluar dari guru resmi pakai surat. Padahal dari mereka dibilang gak usah keluar, pindah saja. Tapi saya pilih jalur prestasi.

Saya milih karier di voli karena khawatir saja dengan banyak hal dalam kehidupan karena sudah terbiasa jadi atlet. Yang jelas saya ingin ambil satu dari dua pilihan, jadi fokus jalur atlet.

Dulu tim DLLAJR itu di Indonesia tim voli yang top. Saya diambil DLLAJR saat pindah ke Bandung usia 20. Karier saya voli memang telat, tapi di usia 20 setahun saya bisa menerobos Pelatnas.

Desember 1988 saya masuk DLLAJR, lalu ikut kejuaraan antarmahasiswa se-Asia Tenggara di Pattaya, Thailand, kelihatan oleh pelatih timnas, Januari 1989 saya masuk Pelatnas. Dari 1989 sampai 1998, 11 tahun saya di Timnas Voli. Pada 1998 saya dinobatkan sebagai atlet terbaik putra Jawa Barat dari seluruh cabang olahraga versi SIWO PWI Jabar.

Nah setelah keluar dari PNS sebagai guru, saya diangkat lagi jadi karyawan di DLLAJR tahun 1991 waktu SEA Games Filipina.

Baru merasakan latihan voli yang benar itu ya waktu di DLLAJR, waktu di SGO volinya biasa-biasa saja. Di DLLAJR itu saya ditangani pelatih yang istimewa yang pada zamannya bagus-bagus. Yang sampai saat ini ilmu dari mereka masih ada di otak saya.

Mantan pemain Timnas Voli Indonesia yang juga asisten pelatih Jakarta LaVani Samsul Jais.Samsul Jais saat ini jadi asisten pelatih Jakarta LaVani juga memiliki klub bola voli di Sumedang. (Dok. Jakarta LaVani)

Ada Pak Gugi Gustawan pelatih saya ada Pak Iwan Budiono. Apa yang disampaikan mereka pada 30 tahun ke belakang itu sama dengan diberikan oleh pelatih modern sekarang ini. Jujur otak saya yang kosong dijejali oleh pelatih yang bagus, akhirnya sampai sekarang saat jadi pelatih juga tidak terlalu sulit.

Dulu saya guru. Kalau guru dengan pelatih itu kan cuma beda garapannya saja. Guru itu garapannya murid, kalau pelatih garapannya atlet.

Setelah dua bulan latihan di DLLAJR kan saya masuk Timnas Voli Indonesia, persiapan untuk SEA Games 1989 di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk masuk Timnas SEA Games 1989 sulit sekali, karena dulu itu digjayanya Iman Agus Faisal (Fafa), Deni Hendri, Candra Halim, mereka kan belajar voli betul-betul dari junior.

Jadi di Jakarta itu pola latihannya benar-benar terorganisasi untuk jangka panjang. Sistem kompetisi mereka bagus. Waktu Pelatnas 1989 itu cuma dua pemain yang masuk, Samsul Jais dari Jawa Barat dan Jalu Dwi Prasetyo dari Jawa Timur. Yang dua-duanya ini kami memiliki usia yang lebih tua, tapi di voli kami berdua ini junior karena baru masuk.

Kalau kita benar-benar tidak punya kelebihan, susah masuk ke Timnas. Beda dengan begitu tahun 1991 apalagi 1997 itu banyak dari daerah yang masuk karena regenerasi di voli.

Awal-awal masuk Pelatnas, siapa yang gak grogi berhadapan dengan Iman Agus, Dennis Taroreh, Deni Hendri, Candra Halim, sementara kan kami dari daerah, istilahnya orang kampung. Tapi begitu masuk lagi pas 1991 sudah biasa.

Bangganya masuk Timnas Voli itu tidak terbayang. Ya saya asal dari Ciamis. Mungkin, mana ada orang Ciamis jadi pemain nasional di voli. Kedua saya baru masuk DLLAJR, baru dua bulan latihan sudah masuk ke timnas.

Karier saya di voli ini lucu kalau dibandingkan dengan pemain-pemain lain. Orang lain mungkin dari Porda, terpilih ke PON, masuk ke Tim Nasional. Kalau saya terbalik.

Saya gak ke Porda. Saya masuk Timnas Nasional dulu, setelah Timnas beres di Malaysia, pulang latihan dua bulan langsung ikut PON 1989. Setelah PON 1989 saya baru ikut Porda 1992.

Dan alhamdulillah dari SEA Games 1989 saya dapat emas. Keluarga saya tidak ada darah atlet. Saya lahir di Palembang besar di Ciamis. Ibu dari Ciamis, ayah yang Palembang. Orang tua saya tidak masalah saya berkarier di mana saja.

Orang tua cuma pesan apa pun kegiatannya jangan tinggalkan solat. Ketika kamu tidak solat tidak akan pernah ada berkah. Dan tolong dari kamu bisa voli harus tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pesan lain orang tua adalah, ketika kamu sudah mampu pergilah naik haji. Alhamdulillah 2014 saya sudah haji.

Kini saya hanya fokus melatih. Saya juga punya klub binaan di SMK 2 Cimanggung Kabupaten Sumedang. Mudah-mudahan akan ada generasi baru Timnas Voli Indonesia dari klub ini. Yohanes Dedi adalah salah satu pemain yang lahir dari klub ini.



(Samsul Jais/sry)

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat