PBNU: Menajiskan Batu Bara Tak Sesuai Ajaran Islam
Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla menolak anggapan yang memandang batu baru sebagai barang najis dan harus dihindari. Menurut Ulil, antipati terhadap batu bara tidak sesuai ajaran Islam.
Pernyataan itu disampaikan Ulil merespons gelombang kritik kepada organisasinya, yang masuk dalam daftar penerima konsesi tambang dari pemerintah untuk ormas keagamaan.
Ulil menilai mau tidak mau tambang atau batu baru tetap merupakan anugerah dari Tuhan kepada Bangsa Indonesia. Menurutnya, pemberian itu harus dikelola. Sementara, model pengelolaannya, itulah yang harus dibicarakan.
"Bagi saya tambang itu adalah anugerah Allah Swt untuk bangsa ini. Harus dikelola. Cuma pengelolaannya seperti apa mari kita bicarakan," ucap Ulil dalam diskusi di kompleks parlemen, Rabu (26/6).
"Tapi menajiskan batu bara itu tidak sesuai pandangan agama yang saya anut, Islam. Karena ini adalah anugerah Allah untuk bangsa ini. Kita kelola. Bukan untuk dinajiskan," imbuhnya.
Ulil tak menutup mata atas gelombang kritik ke PBNU saat ini yang menyatakan minatnya terhadap konsesi tambang dari pemerintah. Menurut dia, PBNU tengah menerima olok-olokan di media sosial, termasuk lewat plesetan logo organisasi.
Namun, dia mengaku tak mau terlalu mempermasalahkan hal itu. Sebab, mengutip islah Jawa, kata Ulil, tak ada kenikmatan tanpa dilalui usaha yang keras.
"Jer Basuki Mowo Beyo, kalau kata orang Jawa, tidak ada sesuatu kenikmatan tanpa dilalui dengan usaha yang keras. Saya tahu resistensi sekarang ini justru muncul dari aspek isu lingkungannya. Ini yang saya mau address," katanya.
Batu bara barang kotor
Ulil pada kesempatan itu turut menanggapi anggapan batu bara sebagai barang kotor dalam kampanye climate change atau isu perubahan iklim. Menurut Ulil, Indonesia memang menjadi negara yang ikut berkampanye soal bahaya krisis iklim.
"Perubahan iklim ini jadi isu besar. Negara kita juga menjadi bagian dari gerakan untuk memitigasi climate change ini," kata dia.
Persoalannya dalam isu climate change dan aktivis lingkungan, batu bara selama ini dianggap menjadi barang kotor dan najis. Padahal sebagai sebuah kajian akademis, katanya, climate change belum sepenuhnya disepakati alias bersifat final.
Ulil mengutip pernyataan seorang fisikawan asal Amerika, Steven Koonin, dalam bukunya Unsettled (2021), yang menyebut climate change belum selesai secara ilmiah. Oleh karena itu, dia menolak anggapan yang menyebut batu bara atau tambang energi fosil sebagai barang kotor sepenuhnya.
"Intinya buku ini mengatakan bahwa isu tentang climate change itu belum selesai secara ilmiah. Oleh karena itu, kita tidak boleh melakukan kampanye simplifikasi. Menganggap kelompok yang terjun dalam bidang ini [tambang] jahat," katanya.
[Gambas:Video CNN]