yoldash.net

Karpet Merah Kaesang ke Pilgub Jakarta di Balik Putusan MA yang Kilat

Pengamat mengingatkan agar KPU tak melaksanakan putusan MA soal aturan batas usia calon kepala daerah di PKPU karena perbedaan rezim administrasi dan pilkada.
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep adalah adik kandung Cawapres terpilih Gibran Rakabuming Raka. Mereka adalah putra dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). (CNN Indonesia/Safir Makki)

Jakarta, Indonesia --

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah penghitungan batas usia calon kepala daerah (cakada) pada Pilkada serentak 2024 menuai polemik.

Putusan 23 P/HUM/2024 yang diputus kilat--dalam tiga hari bila merujuk ikhtisar perkara di situs MA-- dinilai memuluskan jalan anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, ikut Pilgub Jakarta pada Pilkada serentak 2024.

Putusan itu mengubah ketentuan pasal 4 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Pasal itu mengatur batas minimal usia calon kepala daerah. Calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun. Adapun calon bupati dan wakil bupati minimal berusia 25 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada aturan PKPU sebelumnya, batas usia itu dihitung saat penetapan  calon kepala daerah. MA mengubah waktu penghitungan batas usia tersebut jadi saat pelantikan.

"Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih," bunyi pasal tersebut menurut putusan MA.

ADVERTISEMENT

Namun, pasal itu dinilai banyak pihak sebagai karpet merah untuk Kaesang. Pasalnya, adik bungsu cawapres terpilih Gibran Rakabuming Raka itu, saat ini masih berusia 29 tahun.

Kaesang baru genap 30 tahun pada 25 Desember, sementara pencoblosan pilkada serentak adalah 27 November 2024. Artinya pada saat penetapan calon peserta Pilkada serentak 2024 yang dijadwalkan pada 22 September mendatang, Kaesang pun belum genap 30 tahun.

Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan sulit mengabaikan kemungkinan bahwa putusan MA itu memang dibuat untuk memuluskan jalan Kaesang menuju Pilgub Jakarta pada Pilkada serentak 2024.

Dia mengatakan apa yang terjadi saat ini serupa peristiwa pada Pilpres 2024, di mana Gibran bisa menjadi cawapres karena putusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang dipimpin pamannya, Anwar Usman, sebagai ketua juga mengubah syarat usia pencalonan.

"Secara politik, kita bisa asumsi demikian bahwa ada peluang yang sama dengan bagaimana skema Gibran ingin direplikasi di pilgub," kata Aditya saat dihubungi Indonesia.com, Kamis (6/6).

Meski begitu, Aditya menilai kali ini jalan Kaesang tidak mudah. Publik masih punya resistensi besar setelah Gibran bisa lolos dan menang melalui cara serupa.

Menurutnya situasi jelang Pilkada 2024 saat ini hanya untuk menjaga nama Kaesang selaku Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tetap eksis di kancah politik nasional. Selain itu, dia juga melihat Kaesang perlu berhitung dengan cermat jika ingin benar-benar maju dalam Pilgub Jakarta meskipun PSI dan koalisi pengusung Prabowo-Gibran punya suara signifikan di Jakarta.

"Kalau Kaesang ingin memaksakan diri dalam kondisi saat ini, ya agak sulit situasinya, apalagi bapaknya [Jokowi] sudah ada komentar meski via Pak Zulhas PAN [Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan]," ucapnya.

Daftar dugaan kejanggalan di putusan MA

Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengungkap sejumlah kejanggalan putusan MA yang mengubah syarat batas usia kepala daerah.

Pertama, MA memerintahkan perubahan PKPU. Padahal, aturan batas usia itu sudah diatur dalam Undang-Undang Pilkada. Pengubahan syarat tersebut justru melanggar UU Pilkada.

Herdiansyah juga mempermasalahkan putusan MA yang menggeser penghitungan usia calon kepala daerah ke masa pelantikan. Dia berkata masa pelantikan tidak diatur jadwalnya dalam perundang-undangan. Dengan begitu, putusan MA justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Masa pelantikan itu yang tidak jelas kapan waktu proses pelantikannya itu justru bukan ketidakpastian hukum. Iya kalau pelantikan langsung 1 Januari 2025, tapi kan bisa juga tiga bulan berikutnya bahkan sampai setahun," kata Herdiansyah saat dihubungi Indonesia.com, Kamis (6/6).

Herdiansyah juga mengatakan pelantikan kepala daerah tak masuk rezim administrasi pemerintahan. Oleh karena itu, tidak seharusnya PKPU yang seharusnya hanya mengatur pelaksanaan pilkada justru ikut-ikutan dipaksa mengatur soal pelantikan.

Baca halaman selanjutnya

Prinsip Purcell, Putusan MA tak bisa diterapkan di PIlkada 2024

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat