ISSES: Propam Perlu Usut Indikasi Pelanggaran SOP Kasus Vina Cirebon
Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) meminta Propam Polda Jawa Barat ikut turun tangan mengusut dugaan pelanggaran penyidikan di kasus pembunuhan Vina di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016 silam.
Pengamat kepolisian dari ISSES Bambang Rukminto menilai hal tersebut diperlukan mengingat kasus tersebut tak kunjung tuntas setelah delapan tahun berlalu.
Bambang mengatakan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Propam Polri nantinya perlu disampaikan guna menjawab keraguan publik yang semakin mencuat.
"Bila memang ada indikasi pelanggaran SOP oleh penyidik, Propam juga harus mengusutnya dengan tuntas dan membukanya pada publik benar atau tidaknya dugaan masyarakat," jelasnya kepada Indonesia.com, Selasa (21/5).
Di sisi lain, Bambang menilai keraguan publik dalam penyelesaian kasus itu wajar, karena sampai saat ini belum ada progres penyidikan yang signifikan dari Polda Jawa Barat. Pun, perburuan tiga pelaku yang masih buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Pada saat yang bersamaan justru muncul pernyataan dari terpidana kasus Vina yang mengaku tidak terlibat dan mendapatkan intimidasi kekerasan oleh penyidik pada Agustus 2016.
"Munculnya pernyataan tersebut dan belum ditangkapnya 3 orang yang dinyatakan DPO, akibatnya memunculkan asumsi di masyarakat bahwa ada kejanggalan dalam proses penyelidikan maupun penyidikan kasus tersebut," ujar Bambang.
Oleh sebab itu, Bambang mendorong pihak kepolisian khususnya Polda Jawa Barat agar dapat mengungkap peran dari masing-masing pelaku. Termasuk ketiga sosok yang sampai saat ini masih menjadi buronan.
"Makanya kepolisian harus segera merilis apa peran dari masing-masing-masing tersangka, demikian juga dengan peran tersangka yang sekarang menjadi DPO," kata dia.
Sebelumnya Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan mengatakan sampai saat ini pihaknya masih memburu tiga pelaku diduga terlibat pembunuhan Vina di Cirebon pada 2016 silam.
Surawan menegaskan sampai saat ini Polda Jawa Barat tidak pernah menghentikan kasus tersebut. Ia menyebut pihaknya akan berupaya melakukan penangkapan terhadap para pelaku secepatnya.
Sementara itu, Bareskrim Polri juga turun tangan mengerahkan tim asistensi untuk membantu Polda Jawa Barat dalam pencarian tiga pelaku pembunuhan yang masih buron.
"Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri juga menurunkan tim untuk membantu Polda Jawa Barat," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Kamis (16/5).
Terpidana lapor Komnas HAM soal dugaan penyiksaan aparat
Sementara itu, Komnas HAM menyebut sempat menerima laporan dugaan penganiayaan penyidik terhadap tersangka kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina dan Eki di Cirebon.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian mengatakan pengaduan itu disampaikan empat terpidana yakni Hadi Saputra, Suprianto, Eko Ramadani dan Saka Tatal pada 13 September 2016.
Dalam laporannya, Uli mengatakan, mereka mengaku dihalangi bertemu dengan keluarga dan kuasa hukum oleh penyidik. Selain itu, penyidik juga disebut turut melakukan penyiksaan dan memaksa mereka untuk mengaku sebagai pelaku.
"Isu yang diadukan mengenai dugaan penghalangan bertemu dengan keluarga dan kuasa hukum, pemaksaan pengakuan sebagai pelaku, serta dugaan penyiksaan," jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa.
Setelah menerima laporan tersebut, Uli menyebut Komnas HAM sempat meminta klarifikasi kepada Irwasda Polda Jawa Barat melalui surat Nomor 0.131/K/PMT/I/2017 pada 20 Januari 2017.
Uli mengatakan lewat surat itu Komnas HAM meminta Irwasda Polda Jawa Barat untuk memeriksa para penyidik yang diduga melakukan penyiksaan serta menjamin hak-hak para tersangka sesuai ketentuan Undang-Undang.
Sebelumnya salah satu terpidana kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina dan Eky di Cirebon, Saka Tatal, mengaku menjadi korban salah tangkap oleh pihak kepolisian.
Saka mengklaim dirinya tidak pernah mengenal sosok kedua korban pembunuhan dan mengaku heran mengapa polisi turut menyeret dirinya dalam kasus itu.
"Sama korban saya enggak kenal, saya bingung dan takut saat itu. Karena saya dipaksa sampai dipukul, ditendang, disetrum disuruh ngaku," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (18/5).
Saka menjelaskan penangkapan dirinya terjadi pada 31 Agustus 2016, ketika masih berusia 15 tahun. Ia mengaku ketika itu tengah dimintai tolong oleh pamannya, Eka Sandi untuk mengisi bensin sepedea motor.
Eka merupakan salah satu pelaku di kasus pembunuhan Vina dan Eky. Ketika hendak mengembalikan motor itulah, kata dia, terdapat sejumlah anggota polisi di lokasi dan tengah mengamankan beberapa orang, termasuk pamannya.
Saka mengklaim tak diberikan penjelasan apapun oleh aparat kepolisian dan langsung dibawa ke Kantor Polres Cirebon Kota bersama yang lain.
"Motor saja belum dikasihin ke paman saya, tahu-tahu langsung ditangkap. Pas nangkap enggak ada penjelasan apapun, terus saya dibawa ke Polres Cirebon Kota," tuturnya.
(tfq/kid)[Gambas:Video CNN]