Formappi: DPR Ingin Kerdilkan MK Lewat Revisi UU
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai DPR ingin mengkerdilkan peranan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat revisi Undang-undang MK yang kini tinggal disahkan di Rapat Paripurna DPR.
"Yang menonjol dari kecenderungan DPR ini justru sikap ingin mengerdilkan MK," kata Lucius kepada Indonesia.com, Selasa (14/5).
Lucius menduga revisi UU MK oleh DPR sebagai tanda para wakil rakyat itu ingin mencari jalan untuk mengendalikan MK secara legal.
Ia menganggap upaya itu dilakukan DPR lantaran tak nyaman atas kewenangan MK yang kerap memporak-porandakan produk legislasi yang sudah dibuat DPR.
DPR dan partai politik, lanjutnya, juga dibuat tak nyaman lantaran kewenangan MK yang bisa mengutak-atik hasil pemilu.
"Kewenangan besar MK itu melampaui kewenangan DPR. Kecemasan-kecemasan karena merasa berada di bawah MK membuat DPR mencari jalan untuk mengendalikan MK secara legal," ujarnya.
"DPR seolah-olah mau mengatakan bahwa kewenangan MK untuk mengutak-atik UU yang dibikin DPR tak bisa dibiarkan karena itu mengendalikan nasib para hakim melalui revisi UU wajib dilakukan " kata Lucius menambahkan.
Lucius juga menilai DPR seperti tak peduli dengan penguatan lembaga MK lantaran kerap merevisi UU. Ia beranggapan MK ke depan pasti sering membuat keputusan 'gaib' seperti syarat usia calon presiden dan wakil presiden imbas revisi UU ini.
"Itulah kenapa setiap revisi UU MK, kesannya mau menghukum atau mengapresiasi hakim MK yang tengah menjabat. MK yang bikin keputusan gaib itu adalah MK yang memang jadi obyek DPR melalui revisi UU yang ingin buat MK jadi tak nyaman," ujarnya.
Sebelumnya Panitia Kerja (Panja) RUU MK Komisi III DPR diam-diam menggelar rapat pengesahan tingkat satu dan menyepakati RUU tersebut dibawa ke tingkat dua untuk disahkan menjadi UU. Rapat kerja itu digelar di masa reses anggota dewan pada Senin (13/5) atau sehari jelang pembukaan masa sidang V.
Sedikitnya ada empat poin krusial dalam RUU MK. Di antaranya seperti persyaratan batas usia hakim konstitusi. Mekanisme pemberhentian hakim, evaluasi hakim konstitusi. Dan tentang unsur keanggotaan Majelis Kehormatan MK (MKMK).
Dalam draf RUU MK, terdapat pasal tambahan yakni Pasal 23A yang mengatur soal evaluasi hakim mahkamah. Pasal itu menyebutkan hakim mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun.
Dalam setiap lima tahun, hakim mahkamah wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
(rzr/fra)[Gambas:Video CNN]