Mahfud Sebut Pemerintah Belum Setujui Draf Revisi UU MK dari DPR

Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pemerintah belum menyetujui dan menandatangani draf revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahfud menyinggung secara teknis prosedural, belum ada keputusan rapat tingkat satu.
Rapat tingkat satu, kata dia, artinya pemerintah sudah menandatangani bersama seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Daerah (DPR).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang ya saya sampaikan bahwa belum ada keputusan kemusyawaratan di tingkat satu, sehingga belum bisa, kan kita belum tanda tangan. Saya merasa belum tanda tangan, Pak Yasonna (Menteri Hukum dan HAM YasonnaH Laoly) merasa belum tanda tangan. Jadi ya saya sampaikan ke DPR," ujar Mahfuddalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (4/12).
Mahfud mengaku pemerintah masih keberatan terhadap aturan peralihan, karena menilai usulan DPR itu dapat merugikan hakim konstitusi yang tengah menjabat.
"Kalau diberlakukan terhadap jabatan itu harus yang menguntungkan atau sekurang-kurangnya tidak merugikan subjek yang bersangkutan. Kalau kita ikuti yang diusulkan oleh DPR, itu berarti itu akan merugikan subjek yang sekarang sedang menjadi hakim. Sehingga kita pada waktu itu tidak menyetujui," kata dia yang pernah menjadi hakim konstitusi itu.
Dia pun mengklaim telah melaporkan hal tersebut kepada Presiden RI Joko Widodo(Jokowi) di sela-sela KTT ASEAN pada 4 September 2023.
"Itu saya sudah melapor ke presiden, 'Pak, masalah perubahan undang-undang MK, yang lain-lain sudah selesai tapi aturan peralihan tentang usia kami belum klir. Dan kami akan bertahan agar tidak merugikan hakim yang sudah ada'. Nah jabatan baru ini yang baru masuk. "Pak Menko silahkan,". Nah itu tanggal 4 sore, di situ ada menseskab, ada menteri lainnya juga di situ. Jadi saya bertahan dengan usul pemerintah,"tutur Mahfud.
"Oleh sebab itu, kita minta sebelum dibawa ke pembahasan tingkat dua, itu supaya dibicarakan lagi dengan pemerintah. Dan saya hari ini saya sudah berkoordinasi dengan Menkumham, sudah mengirimkan surat ke DPR, tadi sudah diantar," imbuhnya.
Putusan MK
Pada kesempatan itu, Mahfud turut menyinggung Putusan MK Nomor 81/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada 29 November 2023 lalu. Putusan itu terkait uji materiil UU MK terkait syarat usia minimal Hakim MK.
Ia menyebut salah satu pertimbangan MK dalam putusan itu terkait apabila terjadi perubahan undang-undang tidak boleh merugikan subjek yang menjadi adresat (subjek hukum yang ditujukan suatu peraturan perundang-undangan) dari substansi perubahan undang-undang tersebut.
"Kalau diberlakukan terhadap jabatan itu harus yang menguntungkan atau sekurang-kurangnya tidak merugikan subjek yang bersangkutan. Kalau kita ikuti yang diusulkan oleh DPR, itu berarti itu akan merugikan subjek yang sekarang sedang menjadi hakim," jelas Mahfud.
Atas dasar itulah yang kemudian menjadi pegangan pemerintah untuk tak menyepakati draf pada aturan peralihan dalam revisi UU MK itu.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan RUU MK ini undang-undang biasa yang tidak memiliki unsur kegentingan. Selain itu, dia menegaskan bahwa RUU MK merupakan usulan DPR dan tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional Penyusunan Undang-Undang (Prolegnas).
"Ini diusulkan oleh DPR. Jadi tidak bisa ditanyakan ke pemerintah," katanya.
"Pemerintah yang hadir karena DPR mengusulkan. Jadi sejak bulan Januari DPR sudah mengusulkan perubahan ini. Itu juga tidak ada di prolegnas. Tapi setelah kita konsultasikan mungkin ada kebutuhan, maka kita layani. Tetapi dengan prinsip tidak boleh merugikan atau hal-hal yang tadi ditanyakan," kata Mahfud menjawab pertanyaan wartawan dalam sesi konferensi pers tersebut.
Lihat Juga : |
[Gambas:Video CNN]