yoldash.net

Sekda DIY: Siswi Pakai Jilbab Tak Pengaruhi Akreditasi Sekolah

Sekda DIY Baskara Aji menegaskan pemakaian atribut jilbab oleh siswi sama sekali tak berpengaruh terhadap akreditasi sekolah.
Ilustrasi. Sekda DIY Baskara Aji menegaskan pemakaian atribut jilbab oleh siswi sama sekali tak berpengaruh terhadap akreditasi sekolah. (Foto: CNN Indonesia/Daniela Dinda)

Yogyakarta, Indonesia --

Sekda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kadarmanta Baskara Aji menegaskan pemakaian atribut jilbab oleh siswi di sekolah pemerintah sama sekali tak berpengaruh terhadap akreditasi sekolah.

Pernyataan Aji menanggapi kasus pemaksaan pemakaian jilbab di SMAN 1 Banguntapan Bantul yang diduga demi pemenuhan akreditasi sekolah tersebut.

"Kemendikbud itu mengatur tentang seragam anak. Itu ada yang menggunakan jilbab, ada yang tidak menggunakan jilbab itu tidak akan berpengaruh pada hasil akreditasi," kata Aji, Senin (8/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aji menjelaskan, secara prinsip instrumen akreditasi tidak menilai hal yang sudah diatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).

Salah satunya terkait Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Satuan pendidikan semestinya tak terpaku pada aktivitas atau program di sekolah untuk menunjukkan perilaku religius siswa/siswinya demi pemenuhan akreditasi.

Ia mengatakan yang utama adalah bagaimana program yang dibuat sekolah itu mampu mendukung suasana belajar mengajar bagi murid dan guru demi prestasi individu maupun institusi pendidikan.

"Kalau memang ada pengaruhnya terhadap akreditasi untuk program-program tertentu, cobalah belajar itu yang paling penting keluarga sekolah," ujar Aji.

"Anak sekolah dengan baik, baik itu dari sisi kecerdasan akademik maupun non-akademik. Guru-gurunya nyaman mengajar, sekolah jalan baik, prestasinya baik," tambah dia.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY menduga kasus dugaan siswi kelas X yang dipaksa berjilbab di SMAN 1 Banguntapan Bantul terkait dengan pemenuhan Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) tahun 2020 terbitan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah.

Ketua ORI DIY Budhi Masturi mengatakan, pada IASP 2020 tercantum indikator salah satunya tentang perilaku religius siswa dalam aktivitas di sekolah/madrasah pada bagian mutu lulusan.

Level atau poin tertinggi diraih apabila 'siswa menunjukkan perilaku religius yang membudaya sesuai ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah/madrasah'.

ORI dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang turutmenaruh atensi terhadap persoalan jilbab ini, sepakat bunyi indikator ini sangat mungkin dimaknai secara berbeda oleh sekolah di daerah, termasuk SMAN 1 Banguntapan.

"Jadi, kalau kemudian tuntutan akreditasinya seperti ini otomatis anak-anak yang tidak sejalan ini yang nggak pakai identitas keagamaan, nggak mau shalat Jumat kemudian dianggap tidak mendukung proses akreditasi ini, menghambat mendapat nilai tinggi," kata Budhi, Jumat (5/8).

Budhi berujar, guru agama SMAN 1 Banguntapan yang telah diperiksa ORI DIY mengaku program religi yang diberlakukan di sekolah seperti tadarus central, one day two juz, di satuan pendidikan itu, dibuat dalam rangka pemenuhan akreditasi.

Salah satu penilaian berdasarkan pada bentuk dokumentasi dari sekolah berupa foto. ORI menduga ada benang merah pemakaian jilbab bagi siswi di SMAN 1 Banguntapan Bantul menyangkut hal ini.

"Kami tanya, buktinya apa kalau untuk akreditasi ini, mereka bilang foto anak-anak sedang shalat, foto anak-anak sedang kegiatan apa, jadi gitu intinya. Jadi saya kira ini nggak bisa kita lepaskan dari konteks jangan-jangan semua sekolah seperti itu menerjemahkannya (indikator akreditasi)," katanya.

(kum/tsa)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat