yoldash.net

KBRI Beirut Siaga 1, WNI di Perbatasan Lebanon Bakal Dievakuasi

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut telah menetapkan siaga satu bagi situasi di Lebanon selatan.
Serangan Israel di Beirut, Lebanon. (AFP/ANWAR AMRO)

Jakarta, Indonesia --

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut telah menetapkan siaga satu bagi situasi di Lebanon selatan.

Warga negara Indonesia (WNI) yang berada di perbatasan Lebanon itu pun bakal dievakuasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Duta Besar RI untuk Lebanon, Hajriyanto Y Thohari, mengatakan pemerintah Indonesia telah mencanangkan siaga satu untuk wilayah perbatasan Lebanon seiring dengan intensitas serangan di kawasan tersebut.

"Kedutaan Besar Republik Indonesia sudah mencanangkan siaga satu untuk wilayah perbatasan Lebanon sehingga WNI yang berada di wilayah perbatasan harus dievakuasi ke tempat yang lebih aman," kata Hajriyanto dalam wawancara dengan Indonesia, Kamis (1/8).

Hajriyanto menuturkan KBRI Beirut sudah memberikan imbauan kepada para WNI untuk meninggalkan ibu kota Beirut, serta wilayah-wilayah Lebanon lainnya, secara mandiri.

Mereka yang berada di Lebanon selatan pun telah disarankan untuk berlindung sementara waktu di safe house KBRI Beirut.

Menurut data lapor diri KBRI Beirut, saat ini terdapat 203 WNI yang menetap di Lebanon. Sekitar 1.232 personel TNI juga berbasis di Lebanon dalam misi perdamaian PBB UNIFIL.

Sebanyak 14 WNI juga tercatat tinggal di Lebanon selatan. Menurut Kementerian Luar Negeri RI, para WNI tersebut dalam kondisi baik dan selamat serta terus menjalin komunikasi dengan pemerintah.

Dalam kesempatan itu, Hajriyanto juga membagikan situasi terkini di Lebanon usai Israel menggempur ibu kota Beirut pada Selasa (30/7).

Sedikitnya lima orang tewas dan puluhan lainnya terluka imbas serangan tersebut. Komandan tertinggi milisi Hizbullah di Lebanon, Fuad Shukr, termasuk di antara korban tewas.

Menurut Hajriyanto, warga Lebanon terutama Beirut saat ini beraktivitas seperti biasa meski ada serangan tersebut.

Hajriyanto berujar masyarakat memang sempat terhenyak dan berdemonstrasi sebentar namun setelah itu kegiatan masyarakat kembali normal.

"Mungkin karena secara antropologis mereka dari dulu sering menghadapi momentum-momentum perang atau nyaris perang seperti sekarang ini maka saya lihat warga Lebanon biasa-biasa saja, tenang-tenang saja," kata Hajriyanto.

"Bahkan berbagai macam kegiatan masyarakat berjalan seperti biasa. Jalan-jalan tetap macet, mobil-mobil mewah berkeliaran di jalan raya, hotel restoran kafe tetap meriah pada malam hari," lanjut dia.

Menurut Hajriyanto, kepanikan justru terjadi di kalangan warga negara asing (WN). Para WNA umumnya menerima seruan dan imbauan dari negaranya masing-masing untuk meninggalkan Lebanon.

Beberapa negara bahkan meningkatkan kapasitas pesawat reguler yang terbang dari dan ke Beirut agar bisa menampung warganya pergi dari Lebanon.

"Di Beirut biasanya orang hafal negara-negara mana yang memiliki sensitivitas sangat tinggi untuk melakukan itu seperti AS, Kanada, negara-negara Arab Teluk, dan sebagainya lebih cepat menyampaikan itu," ujar Hajriyanto.

Serangan di Beirut pada Selasa (30/7) terjadi beberapa hari setelah serangan roket di Dataran Tinggi Golan pada 27 Juli. Serangan di wilayah pendudukan Israel itu menewaskan 12 orang termasuk anak-anak.

Israel menuding Hizbullah dalang di balik serangan tersebut. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun bersumpah bakal merespons "keras" Hizbullah imbas serangan di Golan.

Hizbullah telah membantah menyerang wilayah milik Suriah tersebut.

(blq/bac)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat