Pakar Ungkap Tujuan PM India Narendra Modi Terus Hina Umat Islam
Perdana Menteri India Narendra Modi kembali menyedot perhatian setelah lagi-lagi kedapatan menghina Islam saat kampanye pemilihan umum (pemilu).
Voice of America (VOA) melaporkan Modi beberapa kali menggunakan retorika anti-Islam saat berkampanye di wilayah-wilayah India.
Salah satunya pada Selasa lalu di Provinsi Madhya Pradesh. Modi saat itu mengatakan warga mesti memilih dengan hati-hati antara "Vote Jihad" dan "Ram Rajya".
Ram Rajya merupakan istilah yang berarti "Pemerintahan Ram" yang merujuk pada masyarakat ideal yang ditandai dengan kesetaraan, kemakmuran, dan keadilan. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang percaya cita-cita ini hanya bisa dicapai dengan kemenangan partai sayap kanan pimpinan Modi, Bharatiya Janata Party (BJP).
"Pada titik balik penting dalam sejarah ini, Anda harus memutuskan apakah Anda akan mengizinkan "Vote Jihad" berlanjut atau memilih untuk mendukung pembangunan Ram Rajya," kata Modi kepada pendukungnya, seperti dikutip VOA.
"Teroris di Pakistan telah melancarkan jihad melawan India. Di sini, partai Kongres mengumumkan Vote Jihad melawan BJP. Mereka juga meminta para pengikutnya dari agama tertentu [Muslim] untuk bersatu melawan Modi," lanjut dia.
Partai Kongres Nasional India merupakan partai oposisi utama partai nasionalis Hindu, Partai Bharatiya Janata (BJP).
Pada April, Modi juga lagi-lagi menyinggung umat Islam dengan menyebut mereka "penyusup" saat kampanye di negara bagian Rajashtan.
Dia berujar jika partai Kongres Nasional berkuasa, mereka akan mengumpulkan semua kekayaan warga India dan membagikannya kepada "orang-orang yang mempunyai anak lebih banyak, kepada pada penyusup."
"Ketika (partai Kongres Nasional) berkuasa, mereka akan mengatakan kalau umat Islam mempunyai hak pertama atas sumber daya," ujar Modi.
Partai-partai oposisi dan kelompok hak asasi manusia pun mengkritik Modi atas komentarnya itu.
Meski dihujani kritik, kampanye anti-Islam Modi tak berhenti begitu saja. Pada pekan terakhir bulan April, ia mengatakan partai Kongres Nasional membantu umat Islam untuk mengambil alih India.
"Pihak oposisi meminta umat Islam untuk vote jihad. Di masa lalu, kita mendengar tentang "jihad cinta" dan "jihad darat". Hati-hati dengan jihad baru ini. Anda semua tahu apa arti jihad dan terhadap siapa mereka dilancarkan," ucap dia.
Pernyataan Modi mengenai 'vote jihad' ini sendiri muncul setelah Maria Alam, pemimpin partai oposisi Samajwadi, bulan lalu mendesak Muslim di Uttar Pradesh untuk melakukan "jihad suara" guna menggulingkan BJP.
Saat ditanya VOA, Alam menjelaskan bahwa dia menggunakan kata-kata tersebut untuk meminta Muslim berjuang bersama-sama dalam mencapai kemenangan, bukan seperti yang dipikirkan Modi.
"Dalam bahasa Arab, jihad berarti berjuang atau mengerahkan kekuatan dan upaya untuk menyelesaikan tugas. Dengan menggunakan kata-kata 'pilih jihad' dalam pidato saya, saya mendesak orang-orang untuk berjuang bersama untuk mencapai kemenangan kekuatan sekuler," kata Alam.
"Saya benar-benar terkejut menemukan bagaimana media dan para pemimpin partai yang berkuasa mendistorsi arti kata-kata saya," lanjut dia.
Putus asa dukungan ke partai berkurang
Menurut Profesor Hindi Universitas Delhi, Apoorvand, Modi dan para pemimpin BJP menggunakan retorika anti-Islam seperti ini karena putus asa atas kurangnya dukungan warga India terhadap partai mereka.
"BJP telah mengubah pemilu ini menjadi perang antara Hindu dan Muslim," kata Apoorvand kepada VOA.
"BJP menggambarkannya sebagai kesempatan terakhir bagi umat Hindu untuk 'menyelamatkan' diri mereka dari Muslim, dengan memilih penyelamat utama mereka, Modi, untuk berkuasa," lanjut dia.
Jika ditelisik lebih jauh, kampanye anti-Muslim Modi sebetulnya sudah dilakukan jauh sebelum pemilihan umum India.
Mantan ketua Komisi Minoritas Delhi, Zafarul-Islam Khan, mengatakan kepada VOA bahwa setelah Kerusuhan Gujarat 2002, Modi menolak membantu Muslim yang terlantar. Modi bahkan menjuluki kamp-kamp Muslim sebagai "pabrik penghasil anak-anak."
"Di bawah pengawasannya, Gujarat menyaksikan marginalisasi massal, ghettoisasi, dan kemiskinan Muslim," ujar dia.
Saat terpilih menjadi PM India pada 2014, warga Muslim India sebetulnya berharap bahwa Modi akan berperilaku seperti negarawan yang adil.
Namun, ia dan para menterinya "tak pernah sekalipun melewatkan kesempatan untuk menjelek-jelekkan, menyakiti, dan meminggirkan umat Islam, sampai hari ini."
Ketua dewan Amnesty International di India, Aakar Patel, mengatakan pidato anti-Muslim Modi semacam ini tak pantas terlontar dari mulut seorang perdana menteri.
"Modi gigih dengan pidato kebenciannya yang kemungkinan akan memperluas dan mengintensifkan diskriminasi sistematis dan sistemik yang diderita oleh Muslim India," kata Patel kepada VOA.
(isa/bac)[Gambas:Video CNN]