yoldash.net

Mampukah Resolusi Majelis Umum Bawa Palestina Jadi Anggota PBB?

Majelis Umum PBB mengesahkan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan (DK) PBB mempertimbangkan kembali keanggotaan Palestina di organisasi tersebut.
Sidang Majelis Umum PBB bahas keanggotaan Palestina. (AP/Bebeto Matthews)

Jakarta, Indonesia --

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan (DK) PBB mempertimbangkan kembali keanggotaan Palestina di organisasi tersebut.

Dalam pemungutan suara pada Jumat (10/5), sebanyak 143 negara mendukung resolusi yang disponsori Arab dan Palestina itu. Sementara sembilan negara menolak dan 25 negara memilih abstain.

Ini merupakan pemungutan suara yang membuktikan luasnya dukungan global terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB, seiring dengan panasnya agresi Israel di Jalur Gaza belakangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat pemungutan suara, banyak negara yang meluapkan amarah terhadap Israel karena telah menewaskan nyaris 35 ribu warga Palestina imbas agresi.

Banyak pula yang mengungkapkan kekhawatiran akan serangan Zionis di Rafah, wilayah ujung selatan Gaza yang menjadi lokasi pengungsian 1,3 juta warga Palestina.

Apakah resolusi Majelis Umum bisa membawa Palestina menjadi anggota penuh PBB?

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, mengatakan pemungutan suara Majelis Umum PBB kali ini merupakan suatu kemajuan penting karena menunjukkan betapa dukungan terhadap Palestina mulai menguat di mata dunia.

Resolusi Majelis PBB ini mampu mendorong DK PBB untuk menggelar pemungutan suara secepatnya mengenai penentuan apakah Palestina akan diterima sebagai anggota penuh atau tidak.

Menurut Yon, jika Dewan Keamanan PBB menggelar sidang, keputusan sepenuhnya ada di tangan organisasi tertinggi tersebut. Palestina bisa menjadi anggota PBB jika mengantongi setidaknya 15 suara persetujuan negara anggota DK PBB dan tak ada satupun anggota tetap yang menggunakan hak veto.

Kendati begitu, kata Yon, pada faktanya Israel selama ini menentang keras keanggotaan Palestina secara permanen.

Amerika Serikat merupakan sekutu utama Israel dan salah satu pemegang hak veto di DK PBB. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil Washington akan menjadi satu-satunya harapan mengenai nasib keanggotaan Palestina di PBB.

"Sejauh mana ketidaksetujuan Amerika dalam invasi Israel ke Rafah itu juga akan memengaruhi diulangnya kembali sidang keamanan PBB berkaitan dengan status keanggotaan Palestina secara permanen," kata Yon kepada Indonesia.com, Senin (13/5).

Yon menuturkan dalam pemungutan suara DK PBB, sikap AS akan sangat-sangat diperhatikan oleh masyarakat dunia. AS berada di posisi kritis karena seluruh mata tertuju kepada negara itu untuk mempertimbangkan apakah Washington patut dicap sebagai negara yang pro-perdamaian atau negara yang pro-peperangan.

"Ini kan tentu sebuah pertanyaan besar terhadap Amerika di dalam memposisikan diri ke depannya," ujar Yon.

Yon menyebut komitmen AS yang selama ini mendukung solusi dua negara mestinya bisa memberikan jalan bagi Palestina untuk menjadi anggota PBB secara permanen.

"Paling tidak Amerika bisa abstain saja, saya kira itu sudah memberikan dukungan terhadap perdamaian dunia," ujarnya.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, sementara itu mengatakan keanggotaan Palestina di PBB kemungkinan akan terjegal lagi untuk yang kesekian kalinya.

Pasalnya, Amerika Serikat selalu menghadang Palestina dengan hak vetonya. Bukan tidak mungkin bahwa Washington akan kembali menggunakan hak elitenya tersebut untuk mengacaukan pemungutan suara di DK PBB.

"Patut diduga, Amerika Serikat akan mempertanyakan kredibilitas negara Palestina, yang dalam pandangan Washington, sangat tidak layak menjadi anggota PBB, karena jauh dari kriteria yang tercantum dalam Konvensi Montevideo tahun 1933," kata Rezasyah kepada Indonesia.com.

Rezasyah menerangkan aspek-aspek yang kemungkinan bakal 'dimainkan' oleh AS yaitu menyinggung batas-batas wilayah Palestina yang terus mengecil dan dipersengketakan. Jumlah penduduk Palestina yang tak tetap dan warga yang tersebar di dalam dan luar negeri juga akan menjadi salah satu hal yang dikritisi AS.

"Ketiga, belum adanya kemampuan Palestina membentuk sebuah sistem pemerintahan yang demokratis, kuat, bersatu, efektif, berkelanjutan, dan mewakili semua kekuatan sosial budaya dalam masyarakat Palestina. Dan keempat, belum jelasnya kemampuan Palestina melakukan hubungan Internasional secara benar, sebagaimana disyaratkan dalam Piagam PBB," tutur Rezasyah.

Dengan kondisi-kondisi demikian, kata Rezasyah, sidang DK PBB kemungkinan bakal berjalan sengit. Akan ada 'perang' antara Rusia-China selaku pemegang hak veto dan pendukung Palestina dengan Amerika Serikat-Barat selaku pendukung Israel.

"Sangatlah sulit menjamin keberhasilan Palestina untuk menjadi anggota PBB ke-194," ucapnya.

(isa/bac)


[Gambas:Video CNN]

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat