Resolusi DK PBB soal Gaza, Mampukah Paksa Israel Setop Agresi?
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akhirnya mengadopsi resolusi yang mendesak gencatan senjata segera di Jalur Gaza, Palestina.
Empat belas dari 15 negara anggota tetap dan tidak tetap DK PBB mendukung Resolusi 2728 (2024) tersebut. Hanya Amerika Serikat yang memilih abstain.
Dengan satu suara abstain, resolusi ini berhasil lolos. Gemuruh tepuk tangan pun mengiringi hasil pemungutan suara setelah DK PBB empat kali gagal mengadopsi seruan serupa.
Ini merupakan pertama kalinya DK PBB menyerukan gencatan senjata secara eksplisit. Resolusi sebelumnya, yang ditelurkan pada 15 November lalu, cuma meminta jeda kemanusiaan.
Resolusi kali ini menuntut kelompok Hamas Palestina dan Israel segera melakukan gencatan senjata, khususnya selama bulan Ramadan.
Resolusi juga mendesak pembebasan sandera secepatnya dan tanpa syarat, serta memastikan kelancaran distribusi bantuan keamanan di Gaza.
Mampukah resolusi DK PBB menyetop agresi Israel?
Pengamat studi Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, mengatakan Dewan Keamanan PBB merupakan badan terkuat yang dimiliki PBB.
DK PBB adalah badan yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Setiap situasi yang mengancam perdamaian dunia pasti akan didiskusikan untuk pengambilan sikap.
Menurut Sya'roni, resolusi-resolusi yang dihasilkan DK PBB selama ini telah terbukti efektif untuk mengakhiri konflik.
"Sebut saja konflik Israel-Lebanon 2006. Maka berkaca pada itu semestinya resolusi ini akan mampu menghentikan tindakan eksesif Israel," kata Sya'roni kepada Indonesia.com, Selasa (26/3).
Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, menilai resolusi DK PBB tak akan berarti banyak dalam agresi Zionis di Gaza.
Broto berujar Israel selama ini sudah mengabaikan berbagai resolusi dan keputusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ). Dengan demikian, Israel kemungkinan tak akan repot-repot memedulikan "seruan-seruan moral apapun."
"Namun, tekanan-tekanan diplomatik seperti ini perlu dilakukan karena akan menunjukkan isolasi internasional terhadap Israel," kata Broto kepada Indonesia.com, Selasa (26/3).
Pada 26 Januari lalu, ICJ secara resmi memerintahkan Israel untuk mengambil semua tindakan guna mencegah genosida di Jalur Gaza.
ICJ menyatakan Israel harus memastikan bahwa pasukannya tidak melakukan genosida dan juga tidak menghilangkan bukti-bukti terkait dugaan genosida.
Mahkamah dunia tersebut juga memerintahkan Israel untuk mencegah dan menghukum pihak-pihak yang memprovokasi terjadinya genosida di Gaza.
Meski sudah ada putusan demikian, Israel pada faktanya masih terus melancarkan serangan-serangan terhadap warga Palestina. Pasukan militer Zionis bahkan terang-terangan menyerang warga sipil yang sedang mengantre bantuan makanan.
Saat ini, Negeri Zionis juga mengatur rencana untuk menyerang Rafah, wilayah ujung selatan Gaza yang menjadi rumah bagi mayoritas warga Palestina yang mengungsi dan mencari bantuan.
Seiring dengan kondisi ini, resolusi DK PBB menurut Sya'roni setidaknya akan memberi ruang bagi penyaluran bantuan untuk masyarakat sipil Gaza.
Resolusi juga akan memberi ruang untuk pertukaran tawanan serta memberi ruang bagi para pemimpin dunia "untuk melihat langkah-langkah yang bisa ditempuh guna mencegah peristiwa serupa terjadi."
Bersambung ke halaman berikutnya...