Menteri Fadli Zon soal Kebebasan Seni: Tetap Ada Batas
Menteri Kebudayaan Fadli Zon kembali memberi komentar tentang kebebasan kritik dalam seni. Ia menegaskan tidak melarang lukisan sarat kritik, tetapi harus melewati tahap kurasi.
Komentar itu terungkap ketika Fadli membuka pameran Jejak Perlawanan Sang Presiden 2001 yang dihelat sebagai penghormatan kepada mendiang seniman Hardi.
"Iya [karya Hardi bermuatan kritik], selama ini juga selalu seperti itu. Saya kira ada satu otoritas dalam sebuah pameran antara pelukis, perupa, kurator, dan galeri," ujar Fadli Zon, seperti diberitakan detikcom pada Jumat (10/1).
"Tapi tentu saja mestinya juga ada batas-batas, bukan dalam soal kritiknya, tapi di mana pun saya kira ada limitasi," lanjutnya.
Ia kemudian mengibaratkan situasi itu seperti pelarangan simbol swastika yang identik dengan Nazi di Jerman. Menurutnya, simbol itu tetap dilarang beredar dalam berbagai bentuk meski peristiwa genosida Nazi itu sudah lebih dari 70 tahun.
Fadli lantas mengatakan kondisi itu menjadi contoh bahwa setiap kebebasan ada batasan dan berlaku di berbagai tempat dengan konteks yang beragam.
"Di Jerman saja kalau ada orang yang pakai Nazi, langsung dihentikan. Bahkan, langsung dieksekusi secara hukum," tutur Fadli.
"Padahal itu peristiwanya sudah 75 tahun atau 78 tahun. Jadi kebebasan itu juga pasti ada batasnya," sambungnya.
Menteri Kebudayaan itu pada akhirnya menjamin pemerintah terbuka terhadap kritik lewat seni. Fadli mengatakan kritik seniman itu dapat disampaikan untuk segala situasi.
Namun, peredaran kritik itu tergantung keputusan kurator. Ia juga mengaku menyiapkan dewan kurator di Galeri Nasional Indonesia untuk menjadi pihak yang melakukan kurasi karya-karya di tempat pameran itu.
"Tapi, saya kira kalau kritik-kritik terhadap apa pun, situasi, keadaan, semuanya sangat terbuka. Sangat bisa, sangat boleh," ungkap Fadli Zon.
"Itu tergantung kepada kurator dan dewan kurator nanti yang akan kita bentuk juga di Galeri Nasional karena sudah ada pemerintahan baru," jelasnya.
Pernyataan itu memang tidak secara langsung disampaikan Fadli untuk menyinggung permasalahan pameran Yos Sudarso beberapa waktu lalu.
Namun, kebebasan menyuarakan kritik lewat seni ramai disorot setelah pameran Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan tiba-tiba dibatalkan pada pertengahan Desember 2024.
Padahal, pameran itu semula dijadwalkan berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, tapi batal usai muncul permintaan dari kurator Suwarno Wisetrotomo agar Yos menurunkan 5 dari 30 lukisannya.
Terpisah, Suwarno Wisetrotomo menyatakan ada dua karya Yos yang dianggap menggambarkan opini pribadi sang seniman atas praktik kekuasaan dan dinilai tak sesuai dengan tema pameran.
Sedangkan Galeri Nasional Indonesia berkilah pameran harus ditunda karena kendala teknis yang tidak bisa dihindari.
(frl/chri)