yoldash.net

Perbedaan Bayar Royalti Musik secara Langsung dan Kolektif

Berikut perbedaan sistem pembayaran royalti musik secara langsung dan kolektif yang diterapkan oleh musisi di Indonesia.
Ilustrasi. Berikut perbedaan sistem pembayaran royalti musik secara langsung dan kolektif yang diterapkan oleh musisi di Indonesia. (iStock/Nutthaseth Vanchaichana)

Jakarta, Indonesia --

Band Stinky hingga saat ini masih bermasalah dengan eks gitarisnya, Ndhank Surahman Hartono, soal pembayaran royalti lagu Mungkinkah yang diciptakan olehnya bersama pemain bas Irwan Batara.

Selain itu, Agnez Mo juga dilarang oleh komposer Ari Bias untuk membawakan lagu-lagu ciptaannya karena juga bermasalah dengan royalti.

Sejumlah masalah tersebut menggambarkan keluhan pencipta lagu atas sistem pembayaran royalti musik di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur pembayaran royalti untuk para pencipta lagu di Indonesia dengan menggunakan sistem kolektif yang disalurkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

ADVERTISEMENT

Namun, sistem kolektif atau yang disebut sebagai blanket license itu ternyata dinilai oleh sebagian kreator kurang memuaskan karena mengklaim mendapatkan nominal tak layak saat lagunya dibawakan oleh penyanyi lain di atas panggung.

Sejumlah musisi lain kemudian mencoba untuk menggunakan sistem berbeda dalam pembayaran royalti. Salah satunya Anji yang pada Desember 2023 mengaku memakai sistem bayar royalti langsung atau direct license.

[Gambas:Video CNN]



Definisi blanket dan direct license

Sistem blanket license merupakan lisensi yang diberikan oleh LMKN kepada penyanyi untuk menyanyikan sejumlah lagu tertentu apabila hak royalti dari pencipta lagu telah dibayarkan oleh penyelenggara acara.

Sistem ini dilakukan dengan cara uang akan dikumpulkan terlebih dahulu untuk kemudian diberikan ke kreator sesuai dengan porsi dan kesepakatan yang sudah diatur oleh LMKN, LMK, dan kreator di awal perjanjian.

"Sistem blanket (kolektif) memungkinkan pencipta yang kurang terkenal turut 'kecipratan' royalti dari sebuah konser," jelas musisi senior dan Dewan Pembina Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Candra Darusman.

Sementara, direct license yang mulai digunakan oleh sebagian musisi Indonesia, penyanyi langsung membayar royalti lagu yang dibawakan kepada pencipta sesuai kesepakatan bersama.

"Penghimpunan langsung oleh pencipta tanpa melalui LMKN. Dengan harapan, bisa mendapat lebih banyak, lebih cepat dan lebih transparan," kata Candra.

Kelemahan blanket dan direct license

Canda mengakui sistem blanket license mengundang resistensi, terutama karena ada gap besar antara penghasilan pencipta lagu dengan penyanyi yang mempopulerkan.

Ini yang menjadi keluhan sejumlah pencipta lagu selama beberapa waktu terakhir ini. Beberapa di antaranya, Ari Bias kepada Agnez Mo dan Ndhank Hartono kepada band Stinky dan Andre Taulany.

Ndhank Hartono mengklaim dirinya hanya menerima Rp250-500 ribu sebagai royalti untuk lagu Mungkinkah yang dinyanyikan Stinky. Padahal, band itu memperoleh bayaran besar tampil di atas panggung membawakan lagu itu.

"Sementara saudara Andre [Taulany] bisa manggung dengan band barunya Andre and The Friends. Ya kita tahu nilai kontraknya berapa. Begitu juga dengan Stinky juga rate-nya, Rp50 juta ke atas," kata Ndhank.



Lanjut ke sebelah...

Pemahaman Tak Selaras

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat