yoldash.net

Geliat Calo Berbisnis Tiket dalam Remang Konser Musik

Sejumlah calo punya cara tersendiri bagaimana mereka mendapatkan tiket dan menjualnya lagi ke penonton konser musik.
Sejumlah calo punya cara tersendiri bagaimana mereka mendapatkan tiket dan menjualnya lagi ke penonton konser musik. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./17.)

Jakarta, Indonesia --

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB ketika sejumlah pria seliweran di pelataran parkir Gambir Expo Kemayoran yang menjadi lokasi gelaran Synchronize Fest 2022 hari kedua, Sabtu (8/10).

Di tengah cahaya lampu jalanan yang remang dan ingar bingar musik dari kejauhan, seorang pria menghampiri beberapa orang dengan tanda pengenal festival musik yang beken di kalangan anak muda metropolitan tersebut.

"Mas ayo mas, ada lebihan tiket enggak? Saya beli Rp350 ribu deh," kata pria berusia sekitar 30 tahunan itu kepada salah satu orang dengan tanda pengenal acara tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masa sampeyan enggak ada lebihan (tiket) mas, panitia kan 'njenengan?" lanjut pria itu dengan menggunakan logat Arekan asal Jawa Timur.

Pria logat Arekan tersebut bukan calon penonton yang mencari tiket festival musik yang laris manis sejak beberapa waktu lalu itu. Ia adalah satu dari sekian calo yang berkeliaran di sekitar arena luar festival musik hit ibu kota tersebut.

ADVERTISEMENT

Usai mencoba sana-sini untuk mendapatkan tiket dan menjualnya kembali, pria yang sebut saja bernama A itu kemudian bersedia berbincang singkat dengan kami.

Selama perbincangan, sorotan matanya tetap awas menyusuri suasana sekitar Gambir Expo yang temaram demi mencari peluang rezeki. Kali saja, ada yang ingin masuk festival tapi kehabisan tiket saat momen penjualan resmi.

A mengaku ia dan kawan-kawannya mencari sendiri tiket untuk kemudian dijual kembali. Bisanya, tiket-tiket tersebut merupakan "sisaan", entah karena tidak jadi datang atau alasan lainnya.

"Ya biasanya anak-anak [calo lainnya] cari di lapangan sendiri. Mencari sisaan tiket pengunjung yang enggak jadi datang terus dijual murah," kata A yang sudah menekuni bisnis putar tiket ini sejak 2005.

Meskipun diguyur rintik hujan, para directioners tetap datang untuk mengantri masuk SUGBK.Ilustrasi. Ada banyak cara penonton mendapatkan tiket konser, calo adalah salah satunya. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)

"Kalau tidak, ya limpahan-limpahan tiket hasil giveaway, kuis, hadiah... Itu mereka jual murah nantinya. Tapi biasanya anak-anak juga cari-cari sendiri," lanjutnya.

"Kami pantengin itu kan media sosial apa, segala macem. Canggih zaman sekarang mah. Jadi kami juga ikuti konser apa nih yang kira-kira ramai," kata A.

Menurut pengalaman A, ia dan teman-teman calonya sudah memetakan dan mengklasifikasi konser-konser di ibu kota berdasarkan peluang untuk mengeruk cuan.

Konser grup musik asal Korsel, diakuinya menjadi salah satu pertunjukan musik yang selalu menjadi lahan basah bagi setiap calo. Untuk konser itu, mereka tak sungkan keluar modal lebih besar.

"Istilahnya anak-anak itu kalau pake modal, ya pakai modal juga, biasanya di konser-konser Korea. Kayak contohnya konser SEVENTEEN kemarin di BSD, harga tiketnya Rp2 juta atau Rp3 juta, nanti bisa kita jual Rp9 juta," kata A antusias.

Keberadaan A dan teman-teman calonya sempat menjadi sorotan kala penggemar SEVENTEEN meluapkan kekecewaan mereka terhadap promotor Mecimapro.

Dalam serangkaian kritik, salah satunya soal keberadaan calo dan tudingan permainan dalam penjualan tiket. Tudingan itupun lengkap disertai video colongan berisi ucapan seorang diduga calo. Namun Mecimapro membantah bekerja sama dengan calo.

"Itu kami beli sendiri online dari platform-platform penjualan tiket, atau semacamnya. Karena kalau konser Korea, kami udah tahu bakal laku segini-segini, pasti laku," kata A soal tiket-tiket konser Korea yang jadi incaran mereka.

Antusias penonton konser Red Velvet  dalam acara Allo Bank Festival di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (21/5/2022). (Indonesia/Adi Ibrahim)llustrasi. Menurut pengakuan para calo, konser Korea adalah kesempatan mendapatkan cuan lebih banyak dibanding jenis konser lainnya. (Indonesia/Adi Ibrahim)

Dalam berbisnis, A menyebut mereka bekerja mandiri secara individu. Namun soal jadwal konser, ada seorang rekan sejawat yang rutin mengecek dan menyebarkannya ke sesama calo.

Serupa tapi tak sama, seorang calo yang sebut saja bernama B punya cara lain dalam berbisnis tiket di luar jalur resmi itu. Saat kami berbincang dengan B pada gelaran hari ketiga Synchronize Fest 2022, ia mengaku masih mengandalkan informasi dari mulut ke mulut.

B yang telah berkecimpung dalam bisnis percaloan sejak 1985 ini mengaku mendapatkan informasi soal konser dan acara bertiket penonton dari rekannya yang tergabung dalam sebuah grup media sosial khusus calo.

"Ya dari mulut ke mulut saja. Misal anak-anak bilang, 'Ini jalan ke sana', ya sudah, jalan ke sana. (Ada) grup WhatsApp-nya," kata pria paruh baya tersebut sembari menunggu calon pelanggan kala lepas petang hari terakhir Synchronize Fest 2022.

"Jadi enggak musik saja. Misal ada pertandingan bola ke Pakansari, nah itu kan enggak boleh ada penonton. Kalau misal ada penonton ya pasti kami ke sana," kata B yang memiliki logat Batak tersebut.

Lanjut ke sebelah...

Calo tapi 'Resmi', Mungkinkah?

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat