yoldash.net

Memburu Taylor Swift Hingga 5780 KM

Jarak sepanjang 5780 kilometer bukan berarti apa-apa demi mengejar kebahagiaan melihat konser Taylor Swift di Tokyo Dome, Jepang.
Bayangan Taylor Swift di layar panggung konsernya di Tokyo Dome, Jepang. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi Indonesia.com
Tokyo, Indonesia -- "Seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas."

Judul buku Eka Kurniawan itu terlintas di benak saya ketika menjejakkan kaki ke dalam Tokyo Dome, tempat Taylor Swift menggelar tur konser dunia bertajuk Reputation Stadium Tour pada 21 dan 22 November ini.

Kemarin malam saya memang baru saja menuntaskan kerinduan. Tepatnya untuk melihat langsung Swift menyanyi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi saya dan mungkin beberapa penggemarnya, dapat berada kembali di dalam sebuah ruangan menyaksikan konsernya adalah sebuah kebahagiaan yang sukar didefinisikan. Dari yang sehari-hari hanya memantaunya via media sosial hingga pada 20 November 2018, impian menyaksikan konser Swift dengan mata kepala sendiri menjadi nyata.

Konser di Tokyo ini merupakan kali kedua Swift tak menjadikan Indonesia sebagai negara persinggahan untuk mengadakan tur promosi album, sejak menggelar konser Red Tour Jakarta pada Juni 2014.

ADVERTISEMENT

Pada 2015, sang pelantun Shake It Off ini hanya mengunjungi Singapura sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara untuk mengadakan 1989 World Tour. Kini, ia bahkan sama sekali tak memijakkan kakinya di negara-negara bagian Asia Tenggara untuk tur Reputation Stadium yang dijalaninya sejak Mei lalu.

Hanya Swifties (sebutan penggemar Swift) Jepang-lah yang beruntung menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan di Asia.

Tak ayal, pendengar sekaligus penggemar yang berada di luar Jepang seperti saya perlu merogoh kocek lebih. Ada biaya penginapan, makan, ongkos pesawat, urus visa, belum lagi remeh-temeh yang bila dihitung jumlahnya pun tak sedikit.

Cukup besar biaya untuk menonton Swift ke Jepang, setidaknya cukup untuk membeli sepeda motor matic, celoteh kami sejak itu. Kami pun berpikir bagaimana setidaknya bisa memulai 'membayar dp motor.'

Butuh 5.780 kilometer jarak yang saya tempuh untuk menemui Swift. Namun rintangan apapun akan coba saya lewati. Saya berjanji pada diri sendiri, 'apapun caranya, kali ini saya tak boleh melewatkan-nya lagi.'

Pada 2015 silam, saya sempat menyesal melepaskan kesempatan untuk menonton Swift di Singapura. Apa daya, saat itu saya masih duduk di bangku kuliah dan tengah mengerjakan skripsi tahap akhir.

Apalagi saya saat itu masih dibiayai orang tua dan belum memiliki tabungan cukup untuk pergi ke sana. Bahkan, paspor pun belum punya.

Dengan ikhlas, saya hanya 'menyaksikannya' via media sosial, seperti yang saya lakukan sehari-hari. Namun di sisi lain, saya menjadikan itu sebagai pelecut bahwa saya akan menonton tur Swift selanjutnya.

Bagi saya konser adalah sesederhana merayakan musik yang mengiringi keseharian saya. Bagaimana saya dapat mendengarkan penyanyi idola membawakan karya secara langsung. 

Penggemar Taylor Swift berkumpul di Tokyo Dome.Penggemar Taylor Swift berkumpul di Tokyo Dome. (Indonesia/Agniya Khoiri)
Swift tentu bukan satu-satunya, tapi dia mengisi daftar prioritas musisi yang saya ingin tonton secara live.

Lagu-lagu Swift sejak SMA sudah akrab di telinga. Hingga saat mulai kuliah, saya semakin intens mendengarkan beberapa lagunya dan mulai mencari tahu tentang sosok Swift. Entah kapan mulainya, saya pun mulai menyukai Swift lebih dari sekadar musik, tapi juga beberapa hal lain seperti sudut pandangnya melihat sesuatu, sikap, hingga caranya menghargai orang-orang terdekat.

Saya sendiri sempat berhasil menonton konser Swift pertama kali saat ia mengunjungi Jakarta dalam rangkaian tur konser Red. Perjuangan sampai di sana pun ada cerita tersendiri. Mulai menyisihkan tiket dari pendapatan hasil menjadi 'relawan' festival musik hingga kena penipuan tiket karena kehabisan penjualan resmi. Belum lagi drama-drama saat menjelang konser Red.

Namun saat itu keberuntungan justru berpihak. Saya sempat berpapasan dengan Swift di bandara Halim dan mendapatkan seulas senyumannya. Walau tak sempat mengabadikan apapun, memori itu masih terekam jelas.

Di konser itu saya juga mendapatkan barisan cukup depan, hingga berhasil berada di barikade yang dilewatinya dari panggung A ke panggung B. Saya pun berhasil bersalaman dengan Taylor.

Keberuntungan yang sama pun agaknya masih saya rasakan saat mengejar Swift ke Tokyo. Walau tak tatap muka secara langsung. Namun bagi saya semesta seolah mendukung keinginan saya untuk menonton konsernya lagi.

Menonton konser di Tokyo tentu membutuhkan dana cukup besar. Saya pun mulai memperhitungkan berbagai cara. Mencari promo tiket pesawat adalah yang pertama, begitu ada harga yang saya rasa cukup murah tak pikir panjang saya memesannya. Padahal belum tahu akan dapat tiket konsernya atau tidak. Nekat saja.

Namun semesta lagi-lagi memberikan restu. Saya ditunjuk kantor untuk meliput dan akses untuk mengambil gambar dan video pun saya dapatkan.

Pada hari pertama konser Swift di Tokyo, saya tiba sekitar pukul 14.00 waktu lokal, atau 12.00 WIB untuk merekam suasana antrean penonton. Konser sendiri baru dimulai pukul 19.30. Sebelum Swift tampil, Charli XCX lebih dulu tampil selama 30 menit sejak 18.30.

Usai Charli turun pentas, penonton disuguhi video-video reaksi penggemar atas lagu utama Swift dari album Reputation, Look What You Made Me Do.

Dentuman musik dari lagu single ...Ready For It? kemudian mengisi setiap sudut arena Tokyo Dome, pertanda pertunjukan dimulai. Tak ayal penonton pun menyambut dengan teriakan yang tak kalah keras.

"Baby, let the games begin, let the games begin/ Baby, let the games begin, let the games begin," terdengar suara penyanyi latar Swift mengikuti irama lagu. 

Konser 'Reputation' dimulai dengan lagu '...Ready For It?'. Konser 'Reputation' dimulai dengan lagu '...Ready For It?'. (Indonesia/Agniya Khoiri)
Taylor pun muncul dari bawah panggung dan tampak mengenakan hoodie warna hitam dan mulai bernyanyi.

Sekujur tubuh merinding, tapi malam itu, saya harus menempatkan diri sebagai seorang profesional untuk meliput konser. Di sisi lain jiwa saya sebagai seorang penggemar seolah tak terbendung, diapungkan oleh rasa bahagia. Ingin sekali meneriakkan namanya di awal konser, tapi gengsi berada di tengah pihak promotor membuat saya harus menahan itu selama tiga lagu pertama untuk menjalani tugas untuk mengabadikan foto dan juga video.

Setelah ...Ready For It? Swift langsung melanjutkannya dengan lagu I Did Something Bad yang sempat dibawakan sebagai pembuka acara American Music Awards beberapa waktu lalu. Baru setelah itu ia bernyanyi lagu hit Gorgeous.

"Selamat malam Tokyo, selamat datang di Reputation Stadium Tour! Oh Tokyo rasanya luar biasa dapat kembali ke sini, saya sangat merindukanmu!" ucap Swift menyapa penggemar pertama kali.

Dia pun menuturkan bahwa dirinya memiliki kenangan manis di sana.

"Pada tur terakhir, 1989 World Tour saya ingat memulainya di sini. Dan malam ini, Reputation Stadium Tour di Tokyo akan menjadi kota terakhir kami tampil."

Begitu tiga lagu awal beres, sejenak saya pun kembali dibawa ke belakang panggung untuk meletakkan segala peralatan kamera profesional. Namun di saat bersamaan, jiwa Swifties saya tampaknya tak mau melewatkan sedikit pun momen. Terlebih, begitu mendengar intro musik lagu favorit saya, Style, yang terdapat pada album 1989.

Saya pun meminta izin pada penyelenggara yang mendampingi untuk berhenti dan menonton sejenak. Beruntung, kata mereka, hal itu diperbolehkan selama saya tak menggunakan kamera profesional.

Saya kemudian bergegas melenggang ke belakang panggung untuk menaruh peralatan dan melewatkan penampilan Love Story. Ketika saya kembali ke dalam arena dan bergabung dengan kawan saya di barisan VIP S, lagu You Belong With Me nyaris rampung dibawakan.

Sejak itu, saya pun kembali berdiri sebagai penggemar, terkagum-kagum pada set panggung yang megah, menyaksikan usaha Swift lebih dekat pada penggemarnya yang berjumlah sekitar 55 ribu penonton.

Ia menuju panggung kecil di sisi kanan menggunakan panggung layang, agar penggemar dari barisan tribun punya kesempatan lebih dekat dengannya. Setelah itu ia berlari melewati barikade dan menyapa penonton demi menuju panggung kecil di sisi kiri.

Dari panggung kecil sisi kiri, ia pun kembali ke panggung utama menggunakan panggung layang.

Aksi Taylor Swift di panggung 'Reputation Stadium Tour' di Tokyo.Aksi Taylor Swift di panggung 'Reputation Stadium Tour' di Tokyo. (Indonesia/Agniya Khoiri)

Interaksi Swift baik dengan penonton maupun para penari dan penyanyi latar begitu luwes. Ia bahkan sesekali terdengar menahan tawa karena tingkah penari.

Tak hanya menunjukkan kemampuan bernyanyi, ia juga memamerkan permainan alat musik. Ia bermain gitar sembari bernyanyi untuk lagu Dancing with Our Hands Tied dan lagu kejutan, I Know Places.

"Dari sini saya melihat kalian semua, yang di atas sana, di bawah. Dan saya ingin membawa kedekatan pada kalian, bahwa saat ini hanya saya, gitar, dan kalian semua," begitu katanya kala hendak mencapai keintiman dengan penonton.

Selain gitar, ia juga memainkan piano dengan membawakan lagu medley Long Live dan New Years Day.

Bukan hanya Swift, tata panggung, tata cahaya, layar yang menjadi latar panggung, hingga sejumlah properti dibuat interaktif. Swift memboyong 'ular' besar yang diberinya nama Karyn.

Properti ular itu menjadi simbol dari album Reputation, setelah ia kerap dicap sebagai 'ular'.

Besarnya panggung, tata letak yang amat teratur, kenyamanan penonton menonton konser tetap di barisan, tampaknya jadi alasan konser ini sulit diboyong ke Indonesia. Sekalipun di Tanah Air ada tempat yang mumpuni dan memadai.

Konser senyaman ini, dengan tanpa berdesak-desakan dengan penonton lain, rasanya menghapus rasa kecewa setelah Swift tak mampir ke Indonesia dua kali. Jika dibandingkan dengan Red Tour Jakarta, amat sukar dinilai.

Secara keseluruhan Swift tampil selama 1,5 jam dan membawakan 19 lagu. Seluruh lagu Swift dalam album Reputation dibawakan kecuali So It Goes, beserta beberapa lagu dari lima album sebelumnya. Di antaranya hit Blank Space, Bad Blood, Should've I Said No, We Are Never Ever Getting Back Together, Don't Blame Me, Look What You Made Me Do, Getaway Car, dan lainnya.

Sama seperti nama albumnya, tur ini menjadi pembuktian reputasi Swift. Ia masih bertahan di puncak dunia industri yang terkenal kejam ini meski sesekali bersinggungan dengan selebriti lain.

Setelah 53 pertunjukan, 31 stadion, Swift kini beristirahat kembali dan fokus pada pengerjaan album di rumah barunya, Republic Records.

Sampai jumpa di era selanjutnya, Taytay!

(vws/vws)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat