Ragam Motif Batik Klasik Nusantara Populer dan Filosofinya
Daftar Isi
- 1. Motif parang
- 2. Motif kawung
- 3. Motif truntum
- 4. Motif sidomukti
- 5. Motif alas-alasan
- 6. Motif sekar jagad
- 7. Motif sido asih
Motif batik lebih dari sekadar dekorasi pada selembar kain. Motif batik klasik mengandung filosofi mendalam, bahkan doa buat pemakainya.
Setiap 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Pada 2 Oktober 2009, UNESCO mengakui teknologi, teknik dan perkembangan motif batik sebagai Intangible Cultural Heritage atau Warisan Budaya Takbenda.
Motif batik kini begitu beragam dan terbilang modern. Anda bisa menemukan ada logo tim sepak bola dunia pada selembar kain batik. Namun, bukan berarti motif batik klasik ditinggalkan begitu saja.
Tak hanya indah, motif batik klasik mengandung filosofi sekaligus wujud harapan pemakainya. Karena filosofinya, beberapa motif batik pun hanya dikenakan di momen tertentu.
1. Motif parang
Motif batik parang disebut-sebut sebagai motif batik tertua di Jawa. Berasal dari kata 'pereng' yang bisa diartikan sebagai lereng. Bentuknya pun digambarkan motif garis menurun membentuk diagonal.
Motif parang pun tersambung seperti huruf S yang terjalin. Huruf S terinspirasi dari ombak laut.
Motif yang ada sejak era Kesultanan Mataram berdiri ini mengandung makna perjuangan, perbaikan diri, dan spiritual yang tetap sekokoh batu karang.
2. Motif kawung
Motif kawung cukup populer di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bentuknya berupa bulatan buah kawung atau buah kolang kaling yang disusun secara geometris.
Motif ini melambangkan kehidupan manusia dan berpesan untuk tidak melupakan asal usulnya, selalu rendah diri, serta mawas diri.
Selain itu, motif ini juga bisa mengandung makna kesempurnaan dan kesucian.
3. Motif truntum
Ilustrasi. Motif truntum, salah satu motif balik klasik Nusantara yang penuh makna. (iStockphoto/apartura) |
Motif truntum awalnya diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana untuk sang suami, Paku Buwono III. Motif terinspirasi dari bunga tanjung yang bermekaran di lingkungan keraton.
Saat itu, Ratu Kencana tenggelam dalam aktivitas membatik yang meditatif, apalagi motifnya berupa bunga mekar yang kecil dan repetitif.
Motif ini mengisyaratkan kerinduan mendalam dan rasa cinta yang kembali tumbuh. Motif truntum juga berarti pedoman atau teladan dari orang tua pada anak.
Dalam perkawinan adat Solo, motif truntum dikenakan orang tua mempelai wanita.
4. Motif sidomukti
Nama sidomukti terdiri dari dua kata bahasa Jawa, di mana 'sido' berarti terus-menerus dan 'mukti' yang berarti berkecukupan. Motif mengandung makna harapan akan hidup sejahtera dan mulia.
Sekilas, motif memiliki bentuk garis-garis yang berpotongan hingga membentuk petak belah ketupat dengan isian (isen-isen). Isian ini berupa pohon hayat, sayap garuda tunggal, bangunan, dan binatang (kupu-kupu).
Karena filosofinya, motif sidomukti umum dikenakan oleh pengantin agar rumah tangganya dianugerahi kemakmuran.
5. Motif alas-alasan
Motif alas-alasan berasal dari kata 'alas' yang berarti hutan. Motif ini termasuk motif batik non-geometris di mana terdapat bentuk berbagai jenis fauna dan flora.
Penggunaan motif ini mengandung harapan agar pemakainya selalu mawas diri, bersikap arif, dan bijaksana di tengah dunia yang penuh tantangan.
6. Motif sekar jagad
Berbeda dengan motif alas-alasan, motif sekar jagad menonjolkan unsur flora khususnya bunga-bungaan. Termasuk golongan motif batik non-geometris, motif sekar jagad diartikan sebagai bunga dunia.
Motif batik satu ini menggambarkan bunga-bunga. Tak jarang ada beberapa bentuk bunga dalam satu kain. Biasanya, tiap kelompok motif dipisahkan dengan garis dan warna dasar kain.
Motif sekar jagad mengandung harapan kegembiraan dan keelokan budi. Selain itu, si pemakai juga bisa menampilkan sisi dirinya yang penuh pesona.
7. Motif sido asih
Ilustrasi. Motif sido asih, salah satu motif batik klasik Nusantara yang penuh makna. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI) |
Motif sido asih mengandung kata 'asih' yang berarti kasih sayang. Di Surakarta dan Yogyakarta, motif ini memiliki ornamen dan momen pemakaian berbeda meski masih di seputar momen pernikahan.
Di Surakarta, ornamen motif ini punya pola geometris segi empat warna coklat. Biasanya, kain motif sido asih dikenakan pengantin di malam midodareni atau malam jelang ijab kabul.
Sementara di Yogyakarta, sido asih memiliki ornamen pola semen (dari kata semi) dan dominasi unsur tumbuhan dan pegunungan. Motif ini biasa dikenakan saat acara panggih atau momen pertemuan pengantin pria dan wanita.
(els/asr)[Gambas:Video CNN]