Mengapa Bullying Tetap 'Abadi' di Lingkungan Sekolah?

Perundungan atau bullying masih saja terjadi di lingkungan sekolah. Bahkan, baru-baru ini terjadi kasus perundungan yang menyebabkan seorang siswa kelas 2 SD di Gresik, Jawa Timur kehilangan sebelah penglihatannya.
Anak tersebut dirundung kakak kelasnya, dipalak atau dimintai uang jajan. Ketika menolak, mata anak tersebut ditusuk dengan tusukan bakso hingga sebelah matanya mengalami buta permanen.
Ini bukan kali pertama kasus perundungan terjadi di sekolah. Masih banyak kasus-kasus perundungan lain di sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Psikolog anak Aninda menyebut, perundungan di lingkungan sekolah memang masih terus terjadi. Bisa jadi hal ini karena kurangnya atau bahkan tidak ada sama sekali aturan yang jelas terhadap pelaku perundungan.
"Misalnya, tidak semua tindakan bullying diselesaikan dengan tuntas. Misal hanya hukuman sepele seperti skorsing beberapa hari. Jadi pelaku merasa 'if I was lucky, I wouldn't get arrested'," kata Aninda saat dihubungi Indonesia.com, Selasa (19/9).
Padahal, kata dia, peran semua pihak sangat dibutuhkan untuk mengentaskan perilaku-perilaku semacam bullying. Sekolah sebagai tempat terjadinya bullying harus siap menjembatani kejadian dengan mendudukkan korban dan pelaku.
Orang tua juga harus dilibatkan. Keterlibatan orang tua diharapkan bisa memberikan efek jera terhadap pelaku. Gali informasi mengapa pelaku bisa melakukan tindakan bullying.
"Pihak sekolah perlu menginformasikan kasus bullying kepada orang tua dari masing-masing anak, agar mereka bisa mengetahui hal-hal apa saja yang terjadi pada anak mereka di sekolah dan mengetahui juga sejauh mana pihak sekolah mengambil alih dalam permasalahan terkait bullying," katanya.
Anak nakal disebut wajar
![]() |
Mewajarkan perilaku nakal anak jadi salah satu faktor mengapa bullying 'abadi' di tengah lingkungan sekolah. Dalam banyak kasus, anak kecil yang berbuat kenakalan masih dianggap wajar. Namanya juga anak-anak, wajar kalau nakal. Kira-kira demikian pemahaman yang beredar sejauh ini.
Aninda meminta orang dewasa, baik orang tua dan pihak sekolah, tak ikut-ikutan mewajarkan perilaku nakal anak pada pelaku bullying. Dengan menganggapnya wajar, maka seolah-olah tindakan perundungan yang dilakukan oleh anak juga dianggap sebagai sesuatu yang normal.
"Padahal untuk membentuk perilaku baik pada anak, ya, harus dilakukan sedini mungkin," katanya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh psikolog pendidikan anak dari Kancilku, Bernadette Cindy. Ia menyebut salah jika orang dewasa, terutama orang tua dan pihak sekolah menganggap bahwa kenakalan bullying sebagai sifat alami anak.
Apalagi jika muncul pernyataan bahwa kenakalan di masa kanak-kanak adalah hal yang wajar. Sebab, tak ada istilah 'wajar' untuk kenakalan yang dilakukan.
"Tidak ada nakal yang wajar. Perilaku yang disebut nakal adalah perilaku yang tidak sesuai degan aturan dan normal di lingkungan tersebut," kata dia.
Jika orang dewasa mewajarkan perilaku nakal, lanjut Bernadette, maka bisa jadi norma yang berlaku di lingkungannya adalah norma-norma yang mewajarkan kenakalan.
"Mungkin norma mereka menyimpang tidak seusai dengan kita. Jadi mewajarkan perundungan, yang sebenarnya sangat salah di masyarakat manapun," kata dia.
(tst/asr)[Gambas:Video CNN]