yoldash.net

Menjadi Imigran di Kota Sarat Penembakan

Hidup di Amerika Serikat tak melulu nyaman, apalagi setelag maraknya kasus penembakan belakangan ini.
Kota Chicago di malam hari. (REUTERS/Jim Young)

Jakarta, Indonesia -- Tak terasa sudah enam tahun saya meninggalkan Indonesia, tepatnya Bali dan Yogyakarta, untuk menempuh studi di Chicago, Amerika Serikat. Untungnya saat ini saya sudah berada dalam dalam tahap akhir menyelesaikan disertasi untuk disiplin ilmu politik.

Selama enam tahun itu, saya sudah keluar masuk berbagai kawasan untuk mengenal kota kelahiran sang legenda musik alternatif The Smashing Pumpkins ini.

Saat ini saya tinggal di kota Evanston, yang berada di batas utara Chicago.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi ini mengingatkan saya dengan Bulaksumur yang masuk ke wilayah Sleman dan bukan kota Yogya, tapi karena berbatasan sering dipahami sebagai bagian dari kota Yogya.


Sebelumnya saya juga sempat tinggal selama setahun di Rogers Park, kalau kawasan ini sudah resmi berada di dalam kota Chicago.

Biaya hidup di downtown Chicago relatif lebih mahal ketimbang di kawasan suburb, jika diukur menggunakan rupiah.

Untuk bertahan hidup selama sebulan di Chicago, minimal harus punya penghasilan US$2000 (sekitar Rp28,3 juta). Sedangkan di area suburb, seperti Illinois, mungkin bisa bertahan dengan US$1500 (sekitar Rp21,2 juta).

Belakangan ini Amerika Serikat menjadi sorotan karena kasus penembakan, dan sialnya saya adalah Chicago juga tergolong lumayan parah untuk kasus penembakan atau gun related violence. Di sini banyak perkelahian antar geng, bahkan kadang terjadi juga penembakan di kampus.


Kalau dipikir setiap hari memang menyeramkan, tapi tidak sampai mencekam. Karena ini kejadiannya random, tidak bisa kita prediksi.

Pemerintah dan kampus biasanya menyediakan sesi pelatihan menghadapi situasi penembakan di kampus. Namun hal ini masih jauh dari harapan, karena menurut saya solusinya adalah memperketat izin pembelian senjata.


Tapi kepemilikan senjata adalah isu politik yang sangat memecah suara publik Amerika, mengingat pendukung kebebasan membeli senjata juga sangat banyak.

Ini artinya orang Amerika mungkin tahu solusinya, tapi belum tentu bisa menerapkannya jadi kebijakan karena akan ada beragam benturan nantinya. Untuk hal ini, Amerika sekilas mirip dengan di Indonesia.

[Gambas:Video CNN]

-----

Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di Indonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: [email protected] / [email protected] / [email protected]


(agr/ard)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat