yoldash.net

Mohammed Ali Rashed Alabbar, Anak Kapten Dhow Pemilik Burj Khalifa

Mohammed Ali Rashed Alabbar menjelma dari seorang anak kapten Dhow, kapal dagang tradisional kecil di Dubai menjadi raja properti pemilik Burj Khalifa.
Mohammed Ali Rashed Alabbar menjalankan bisnisnya bukan semata demi uang tapi untuk mencapai kesenangan dan kepuasan diri. ( Basith Subastian/CNNIndonesia).

Jakarta, Indonesia --

Banyak orang mungkin tahu Burj Khalifa merupakan gedung tertinggi di dunia.

Tapi di antara banyak orang yang tahu itu, belum tentu ada yang tahu siapa sebenarnya sosok yang menjadi pemiliknya.

Ya. Dia adalah Mohammed Ali Rashed Alabbar. Pekan lalu, dia berkunjung ke Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia sempat berkunjung ke beberapa tempat di Indonesia, seperti IKN, Labuan Bajo dan Sanur, Bali. Ia juga sempat menemui beberapa tokoh Indonesia, salah satunya Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto.

ADVERTISEMENT

Lalu siapa sebenarnya Mohammed Ali Rashed Alabbar?

Mengutip berbagai sumber, Alabbar merupakan salah seorang pengusaha properti ternama dunia. Dia lahir di Dubai, Uni Emirat Arab pada 8 November 1956 lalu dari seorang ayah yang bekerja sebagai seorang kapten dhow, kapal dagang tradisional di Dubai.

Artinya, ia berasal dari latar belakang keluarga sederhana. Ia besar di daerah Rashidiya, Dubai.

Meski berasal dari kalangan keluarga sederhana, ia termasuk anak yang pintar dan lincah. Ia sudah punya minat dagang bakat dari turunan sang ayah.

Karena kepintaran dan kepiawaiannya itu, ia menerima beasiswa untuk belajar bisnis dan keuangan ke Universitas Seattle AS. Ia sukses menimba ilmu di Negeri Paman Sam dan meraih gelar di bidang administrasi bisnis pada 1981.

Usai lulus, ia memutuskan kembali ke Dubai dan memulai karir sebagai manajer pengawas perbankan di Bank Sentral UEA.

Keputusannya untuk melanjutkan petualangan itu didasari pada kegelisahannya.

"Saat itu, saya menikah dan mempunyai anak pertama. Tapi saya merasa gelisah di kota ini, ingin berbuat lebih banyak. Saya ingin aktif," katanya seperti dikutip dari the nationalnews.com.

Kemudian ia berlabuh di Al Khaleej Investments, sebuah perusahaan milik pemerintah Dubai yang menangani sektor properties. Ia ditugaskan di menjadi direktur perusahaan di Singapura.

"Ini adalah lingkungan yang benar-benar baru, dan saya sangat ingin belajar dari pemerintahan dan struktur bisnis baru ini. Lebih dari segalanya, di Singapura saya belajar untuk bersikap positif dan tidak ragu-ragu," tambahnya.

Posisi inilah yang kemudian memantapkan perjalanan hidupnya. Di Singapura ia belajar banyak. Mempelajari kota yang secara luas kemudian ia anggap sebagai model Dubai modern di masa depan.

Karirnya terus menanjak. Namun, pada 1992, ia memutuskan kembali ke Dubai.

Ia kemudian menginisiasi pembentukan Departemen Pembangunan Ekonomi Dubai. Tugasnya memperluas prospek bisnis di Dubai dan mengubahnya menjadi pusat investasi di Timur Tengah.

Berkaitan dengan peran inilah, ia melahirkan sejumlah inisiatif untuk menarik wisatawan dan meningkatkan reputasi Dubai. Mulai 1996, ia menginisasi festival belanja, turnamen golf, Dubai World Center yang kemudian menjadi magnet konferensi internasional.

Berkat inisiasi tersebut, lebih dari dua juta pengunjung datang ke Festival Belanja Dubai setiap tahunnya.

Kepiawaian inilah yang membuatnya kemudian mempunyai hubungan dekat dengan Syeikh Muhammad bin Rasyid Al Maktoum, putra ketiga dari Sheikh Rashid bin Said Al Maktoum yang merupakan penguasa Dubai.

Ia diangkat menjadi salah satu kepala penasihat ekonomi Syeikh Muhammad. Alabbar bekerja dengan Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum untuk meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan industri pariwisata Dubai dan reputasi global.

Sepak terjang Alabbar terus berlanjut. Pada 1997, Alabbar menginisiasi pendirian Emaar Properties. Hasratnya satu waktu itu; ingin Dubai menjadi kota yang berkembang.

Ia kemudian memulai proyek pertama Emaar Properties; Dubai Marina, proyek apartemen dan vila mewah berlatar belakang marina senilai Dh15 miliar. Saat itu katanya, ia tidak punya pengalaman sama sekali dalam mengerjakan proyek.

Yang ia miliki hanya cinta dan semangat untuk belajar. Dalam memulai proyek, ia juga belajar dari keberanian ayahnya dalam mengambil risiko hidup.

"Sebagai kapten kapal, ayah saya mengambil risiko, dia pergi ke tempat yang tidak diketahui. Dia berlayar tanpa sistem GPS, tanpa ramalan cuaca, ada bajak laut di laut, dan kapal-kapal ini sering bocor. Siapa yang memilih berlayar berhari-hari dengan mempertimbangkan hal itu? Anda harus berani dan belajar bagaimana membuat keputusan besar," katanya.

Proyek itu sukses dan membuat Emaar Properties makin percaya diri dalam menggarap proyek lainnya. Salah satu proyek Emaar Properties yang fenomenal adalah Burj Khalifa.

Ia memulai pembangunan proyek Burj Khalifa pada 2004. Namun, di tengah jalan, krisis keuangan merintangi pelaksanaan proyek.

Kontraktor sempat berkeinginan meninggalkan proyek karena tak dibayar imbas krisis keuangan itu. Imbasnya, pelaksanaan proyek sempat terhenti awal 2006.

Beruntung, pertolongan datang dari penguasa Abu Dhabi saat itu, Khalifa bin Zayed Al Nahyan. Atas campur tangannya, Abu Dhabi dan pemerintah federal UEA meminjamkan puluhan miliar dolar AS ke perusahaannya agar bisa membayar utangnya.

Dubai juga menggelontorkan pinjaman US$80 miliar untuk melanjutkan konstruksi proyek. Untuk menghargai jasa Khalifa bin Zayed Al Nahyan itulah, gedung pencakar langit yang tadinya mau dinamai Burj Dubai kemudian dilabeli Burj Khalifa.

Demi Kesenangan dan Bukan Semata untuk Uang

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat