Dilema Peserta Kelas 3 BPJS: Bersyukur Ada KRIS Tapi Emoh Iuran Naik - Halaman 2
Besaran iuran peserta BPJS sendiri adalah Rp150 ribu per bulan untuk kelas 1 dan Rp100 ribu untuk kelas 2. Sedangkan, besaran iuran untuk kelas 3 disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp7.000, sehingga mereka hanya perlu membayar Rp35 ribu per bulan.
Kemenkes menyatakan baru akan mengkaji potensi kenaikan iuran setelah KRIS diterapkan tahun depan. Potensi kenaikan iuran kelas 3 bisa saja terjadi mengingat fasilitas KRIS setidaknya setara dengan BPJS Kesehatan Kelas 2.
Di satu sisi, pihaknya juga tak mau BPJS Kesehatan selalu defisit selama pengatur uang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sementara itu, Wisnu (27) yang merupakan peserta BPJS Kesehatan kelas 1 mewanti-wanti agak layanan untuk kelas utama tidak turun setelah KRIS berlaku.
"Maksudnya pemerintah kan bilang ada 12 poin kriteria yang harus dipenuhi RS untuk ada di sistem KRIS tuh. Nah itu jangan sampai kok yang sebelumnya ada di kelas 1 jadi merasa downgrade jauh banget yang finally jadi merasa tidak setara," jelasnya.
Kendati, pekerja swasta asal Bandung itu merasa KRIS baik untuk peserta BPJS Kesehatan kelas 3 karena mereka bisa dilayani dengan layak. Namun, pemerintah juga harus tetap mengawasi RS agar memberikan pelayanan yang baik bagi semua peserta.
Wisnu sendiri menjadi peserta BPJS Kesehatan sejak 2018. Ia mengaku mengikuti program JKN itu supaya terlindung jika terjadi sesuatu pada dirinya.
Sejauh ini, ia belum pernah dirawat inap. Namun, selama ia berobat di klinik menggunakan BPJS layanan diterima memang sudah setara antara kelas 1,2, dan 3.
Lagi-lagi, ia pun berpesan jika KRIS berlaku pemerintah harus tetap memberikan pengawasan pada RS.
"Pengawasan atau kontrol supaya kualitasnya tetap terjaga sesuai standar terutama di 12 kriteria tadi," katanya.
Lain Gading lain Wisnu, Nurul Fara (26) masih skeptis dengan penerapan KRIS. Peserta BPJS Kesehatan kelas 1 itu menilai saat ini peserta JKN tetap saja susah dapat tempat tidur jika harus rawat inap.
"Belum kebayang nih (KRIS) bakal gimana karena saat dibikin kelas saja masih agak sulit ya nyari kamar, pelayanan rumah sakitnya pun masih beda beda untuk peserta BPJS. Ada yang memang pelayanan untuk peserta BPJS cepat atau ada yang kamarnya susah," keluhnya.
Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta itu menuturkan belum bisa membayangkan apakah masalah cari kamar itu bakal teratasi dengan KRIS atau tidak.
Ia pun mengaku pernah merasakan langsung bahwa pelayanan dari RS itu berbeda-beda kepada peserta BPJS. Menurutnya, ada RS yang sudah baik tapi ada juga yang belum.
"Kebetulan sempat dirawat inap tahun 2019, di salah satu RS di Bandung. Itu sih yang dirasain sesuai ya karena kemudahan dapat kamar rawat inap, pelayanan dan lain-lainnya. Tapi kalau pelayanan berobat rawat jalan di beberapa fasilitas kesehatan berbeda-beda pelayanannya untuk peserta BPJS," tuturnya.
(mrh/pta)