Dilema Peserta Kelas 3 BPJS: Bersyukur Ada KRIS Tapi Emoh Iuran Naik
Gading (25), merasa bersyukur begitu mendengar pemerintah bakal menghapus kelas 1,2, dan 3 fasilitas rawat inap BPJS Kesehatan menjadi kelas rawat inap standar (KRIS).
Ia menduga pelayanan dan kualitas RS yang didapat kelak bakal lebih baik daripada kelas 3 usai KRIS diterapkan.
Maklum, pria berperawakan jangkung itu merupakan peserta BPJS Kesehatan kelas 3 sejak 2017. Meski ia belum pernah menggunakan haknya sebagai peserta karena sakit parah, Gading lega karena jika suatu saat ia harus dirawat inap di RS, ia dapat fasilitas mumpuni.
"Dengan KRIS saya sih ikut senang karena nanti jika amit-amit saya sakit, saya bisa dapat fasilitas ruangan yang baik," katanya kepada Indonesia.com, Kamis (16/5).
Penerapan KRIS bakal berlaku efektif mulai 30 Juni 2025. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
KRIS memiliki 12 kriteria yang setidaknya jauh lebih baik dari layanan kelas 3 BPJS Kesehatan. Lebih rinci, 12 kriteria itu yakni komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, dan pencahayaan ruangan.
Lalu, kelengkapan tempat tidur, adanya nakes per tempat tidur, temperatur ruangan, serta ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.
Kemudian, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, tirai/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim dengan KRIS kelak satu ruangan rawat inap hanya boleh maksimal diisi empat tempat tidur. Ini lebih sedikit dari kelas 3 BPJS Kesehatan yang bisa diisi 15 tempat tidur dalam satu ruangan.
Selain itu, kamar mandi pun bakal berada di dalam ruangan yang sama. Dengan begitu kamar mandi bisa digunakan secara eksklusif.
Gading pun bernapas lega mengetahui kriteria KRIS tadi. Apalagi, ia tahu persis pelayanan BPJS Kesehatan kelas 3 selama ini bisa dibilang ala kadarnya.
Ia mencontohkan saat kerabatnya sakit, harus bergabung dengan pasien lain yang memiliki penyakit tak kalah parah. Gading meringis ngeri khawatir sang kerabat malah tertular penyakit lain.
"Belum lagi tenaga kesehatan yang siap sedia membantu jumlahnya terbatas," kata Gading yang sehari-hari bekerja sebagai pekerja swasta di Jakarta itu.
Di sisi lain, ia merasa berat jika KRIS berimplikasi pada kenaikan iuran peserta Kelas 3. Pasalnya, penghasilan dirinya sudah pas-pasan.
Apalagi, Gading merupakan 'generasi sandwich'. Ia harus ikut membiayai kebutuhan orang tua.
"Saya keberatan sih kalau naik. Karena jujur, bagi pekerja swasta dengan gaji UMP seperti saya, kebutuhan untuk tinggal di ibu kota besar," tuturnya.
Lanjut ke halaman berikutnya....