-- Hidup memang misteri Ilahi. Pilihan
Sumadi untuk masuk jurusan arsitek ketika kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) puluhan tahun silam justru membawanya ke kursi pemerintahan sebagai
.
Menjadi arsitek sendiri bukan cita-cita Budi Karya sejak kecil. Ia yang sejak kecil hobi bercocok tanam di tanah kelahirannya di Palembang justru sempat ingin bekerja di sektor pertanian. Budi baru benar-benar tertarik pada ilmu arsitektur jelang masuk perguruan tinggi.
"Arsitek pada saat itu memberikan suatu pengertian bagi saya tentang suatu yang indah dan saya dulu jago stereometris.
, Kamis (16/5).
Usai menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Budi langsung berkecimpung di PT Pembangunan Jaya sebagai arsitek perencanaan. Karirnya bisa dibilang melesat di perusahaan properti tersebut.
Perlahan tapi pasti, ia mulai duduk di kursi jabatan teratas. Pria berumur 62 tahun ini sempat ditunjuk sebagai Direktur Keuangan di entitas usaha PT Pembangunan Jaya, yakni PT PT Jaya Real Property Tbk.
"Saya jadi punya talenta di keuangan sejak di Jaya Real Property pada 1994 sampai 2002," terang dia.
Pengalaman itu membuatnya hijrah ke entitas usaha Grup Jaya lainnya, yakni di PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, dengan posisi yang sama. Tak butuh waktu lama, dua tahun kemudian ia menduduki pucuk pimpinan tertinggi di perusahaan itu selama tiga periode berturut-turut.
"Biasanya orang satu sampai dua periode. Selama tiga periode itu banyak sekali tugas yang diberikan kepada kami untuk menjadikan Ancol oase daripada Jakarta," katanya.
Di Grup Jaya inilah, sambung Budi, ia banyak mengenal orang yang dianggapnya 'hebat', mulai dari Ciputra, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketika itu Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sedangkan Ahok mendampingi Jokowi sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Ayah satu anak ini menuturkan sempat diminta oleh Jokowi dan Ahok untuk kembali menjadi Direktur Utama di Pembangunan Jaya Ancol untuk periode keempat. Namun, Budi sadar jika diamini, maka tak ada regenerasi di perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta itu.
Budi kemudian diberikan amanat untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) lainnya yang juga bergerak di sektor properti, yaitu PT Jakarta Propertindo atau Jakpro. "Jakpro tuh kecil kalau dibandingkan dengan Pembangunan Jaya Ancol, mungkin seperempat atau seperlima gitu dari segi gaji dan sebagainya," katanya.
Meski demikian, Budi mencoba untuk menikmati setiap langkahnya di Jakpro. Berbagai upaya ia lakukan demi mengembangkan perusahaan tersebut. Pada masa kepemimpinannya, Jakpro akhirnya mendapat suntikan modal Rp1,3 triliun dari Pemprov DKI.
"Saya akhirnya berhasil membuat suatu perusahaan yang bukan apa-apa menjadi suatu perusahaan yang punya masa depan, sekarang Jakpro sudah berkembang. Tapi itu sempat menjadi titik terendah dalam hidup saya," tutur dia.
Karirnya kemudian berlanjut ke PT Angkasa Pura II (Persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola belasan bandara di Indonesia. Tak sampai dua tahun, pada 2016 ia diberikan tugas negara sebagai Menteri Perhubungan menggantikan Ignasius Jonan.
Namanya kerap menjadi sorotan sejak menjadi orang nomor satu di Kementerian Perhubungan. Tak heran, mengingat banyak persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti persoalan harga tiket pesawat dan tarif ojek
berada di bawah kewenangan Budi.
Budi mengaku permasalahan tersebut kerap membuat sakit kepala. Namun, ia tak menganggap persoalan tersebut sebagai masalah terberat atau titik terendah dalam hidupnya.
Bagaimana sebenarnya perjalanan lengkap karir Budi Karya. Simak wawancara
dengan Budi Karya beberapa waktu lalu di halaman berikut.
Anda sempat bekerja di berbagai perusahaan properti, apakah memang cita-cita sejak dulu menjadi arsitek?Kuliah di jurusan arsitek itu sebenarnya ada sedikit kecelakaan. Saya sebenarnya lebih senang ke agrikultur, pertanian karena waktu kecil kadang-kadang main-main tanam jagung, walaupun di kota Palembang ya tanam apa gitu.
Tapi saat menjelang menentukan (jurusan kuliah) itu, arsitek pada saat itu memberikan suatu pengertian bagi saya tentang sesuatu yang indah. Dan saya dulu jago stereometris, yang orang kebanyakan tidak suka justru saya suka di stereometris.
Nah itulah membuat saya coba belajar tentang ruang.
Jadi setelah lulus langsung berkecimpung di BUMD atau sempat di perusahaan swasta?Ya, jadi setelah saya lulus saya langsung ditugaskan di proyek Bintaro Jaya (di bawah PT Jaya Real Property), satu proyek perumahan skala besar di sana saya jumpai orang-orang entrepreneur yang memang cukup punya nama saat itu dan saya banyak belajar dengan beberapa tokoh-tokoh di antaranya Pak Ciputra dan sebagainya.
Dari situ setelah kurang lebih 20 tahun, bukan waktu yang pendek. Selama 20 tahun saya di Grup Jaya membangun perumahan, di perhotelan, perdagangan, perumahan skala besar. Saya kemudian sempat ditugasi sebagai Direktur Keuangan di Pembangunan Jaya Ancol.
Dua tahun saya jadi dirkeu, tahun 2004 diangkat menjadi Direktur Utama.
Dalam posisi sebagai Direktur Utama yang saya jalani tiga periode, biasanya orang hanya satu sampai dua periode itu banyak sekali tugas-tugas yang diberikan kepada kami untuk menjadikan Ancol oase daripada Jakarta. Kami membuat lapangan golf menjadi Ecopark, membuat berbagai kegiatan yang mengedukasi masyarakat.
Setelah itu pindah ke Jakpro dan Angkasa Pura, ini kan sektor yang beda untuk Angkasa Pura. Bagaimana menyikapi perbedaannya?Jadi saya melihat dari segala perjalanan ini benang merahnya adalah manajemen, apalagi manajemen korporasi. Itu sebenarnya bisa diterapkan di mana-mana.
Jadi benang merahnya satu, adalah manajemen dan pelayanan masyarakat. Semenjak saya di Jaya Grup, di Ancol, di Jaya Property, di Angkasa Pura, semua itu pelayanan masyarakat.
Semua punya relevansi, walau memang Angkasa Pura lebih kompleks, lebih banyak yang harus dipikirkan.
Anda juga sudah menjabat sebagai Menteri Perhubungan sejak 2016, dari semua perjalanan hidup posisi mana yang paling berat?Sebenarnya yang paling berat pada saat saya memimpin Jakpro, Jakarta Propertindo. Perusahaan itu sebetulnya bukan perusahaan apa-apa, kecil.
Saya turun dari satu jabatan perusahaan yang relatif besar menjadi kecil.
Nah, bayangkan satu perusahaan yang tidak besar tapi mendapatkan tugas yang lumayan berat untuk menyelesaikan masalah.
Di situlah letak bagaimana kami mengerjakan tugas-tugas penting dari gubernur untuk masyarakat dan dengan segala keterbatasan perusahaan yang tidak terlalu besar kami bisa menyelesaikan itu.
Di situ tidak ringan karena harus berhadapan dengan masyarakat, mengosongkan lebih dari 10 ribu kepala keluarga (KK), kami harus me-
lead connection dari banyak pihak. Tugas itu yang berat, tapi justru setelah kami tahu bahwa Waduk Pluit punya taman, yang tadinya daerah kumuh itu menjadi suatu kepuasan bagi kami.
Jadi bukan ketika Anda menjadi Menteri Perhubungan justru yang paling berat?
Ya tentu menjadi Menteri Perhubungan tidak mudah. Tetapi pengalaman-pengalaman pada saat saya di proyek-proyek itu memberi bekal kepada saya bahwa sesulit-sulitnya pekerjaan pasti Tuhan memberikan jalan keluar.
Sejauh tentu kita memang berusaha dan melibatkan semua pihak bahwa persoalan ini adalah persoalan bersama dan kami harus mencari solusinya.
Di Kementerian Perhubungan sendiri terdiri dari berbagai sektor, udara, laut, dan darat. Sektor mana yang paing menantang bagi Anda?
Sebenarnya yang paling menantang itu darat, karena darat itu jumlah yang masif banyak sekali. Melayani strata masyarakat dari yang paling tinggi sampai yang tidak berpunya dan kami harus menyiapkan satu infrastruktur yang relatif belum tersediakan.
Konteks komunikasi dengan masyarakat ini sangat intens dan sangat mempengaruhi keseharian masyarakat. Sehingga ini satu tugas yang tidak ringan dan kami harus bersedia turun tangan ke bawah dan bersedia untuk ke berbagai daerah karena masalah dari satu daerah dengan daerah lainnya berbeda-beda.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (Dok. Kementerian Perekonomian) |
Kemarin sempat muncul tagar #PecatBudiKarya. Bagaimana Anda memandang hal ini?
Ya kalau saya pikir, kalau bekerja pasti ada orang suka dan pasti ada orang tidak suka karena ini berkaitan dengan satu kebijakan-kebijakan. Kebijakan-kebijakan itu menyentuh pada kepentingan masyarakat tertentu.
Saya termasuk orang yang menjadikan kritik-kritik itu modal untuk menjadi semangat. Berarti saya ada yang kurang, saya harus memperbaiki. Saya harus bekerja lebih keras, karena kalau lebih keras
insyaallah masalah itu akan selesai dan banyak masalah lain yang harus saya selesaikan.
Ketika Anda merasa terpuruk, hal apa yang membuat Anda bersemangat kembali?Apapun. Saya beberapa kali mendapatkan catatan dari masyarakat, dari Pak Presiden ya. Dari teman-teman dan sebagainya. Itu jadi modal saya untuk meningkatkan motivasi saya untuk bekerja lebih baik.
Saya pikir silahkan orang mau berkomentar, yang penting saya melakukan yang terbaik untuk masyarakat sekuat yang saya bisa lakukan.
Pada saat saya di Ancol (Pembangunan Jaya Ancol), seringkali mendapatkan suatu catatan-catatan demonstrasi dan sebagainya. Itu yang saya lakukan dan saya sampaikan pada teman-teman justru itu kami pakai sebagai modal bagi kami untuk bekerja lebih baik.
Dari mana Anda belajar kepemimpinan?
Ya tentu pertama kali dari orang tua karena keseharian pada saat-saat kecil di mana orang tua saya menjadi pemimpin dalam skala tertentu. Itu menjadi satu motif di mana saya harus berprestasi, menghargai orang lain.
Tapi memang dua mentor saya, saya harus akui satu Pak Ciputra yang kedua Pak Jokowi. Pak Ciputra pada saat saya di Pembangunan Jaya yang selalu sama dua tokoh ini beyond. Kalau menugaskan sesuatu yang kadang-kadang tidak mungkin dicapai, tapi bisa kami lakukan.
Dengan tugas-tugas itu justru kami tertantang dan bekerja lebih baik, bekerja lebih konsisten, dan melibatkan semua pihak. Tidak mungkin kami bisa menyelesaikan suatu persoalan sendiri. Tidak mungkin. Satu hal lagi komunikasi menjadi hal penting untuk melakukan suatu pekerjaan-pekerjaan.
Apa saja yang dulu diajarkan oleh orang tua?
Satu itu adalah komunikasi atau dalam bahasa yang lebih simpel EQ. Kecerdasan sosial. Saya yakin bahwa orang pandai, sepandai-pandainya orang tanpa memiliki kemampuan emosional yang baik ya cara komunikasi yang baik, cara presentasi yang baik, gestur yang baik itu membuat hambatan untuk melakukan sosialisasi.
Itu banyak saya sampaikan secara ekstrem banyak sekali orang-orang pandai tapi dengan kecerdasan sosial yang minimal dia akan fatal, bahkan tidak menjadi siapa-siapa. Banyak sekali teman-teman saya yang demikian atau sebaliknya banyak teman-teman saya yang dia itu ya average lah gitu ya tapi dengan satu kecerdasan sosial yang baik dia bisa tampil menjadi pemimpin, dihargai masyarakat, dan sebagainya.
Apakah Anda pernah merasa dalam titik terendah dalam kehidupan?Saya percaya kalau karir itu jalan Allah, jalan yang diberikan oleh Tuhan. Sebenarnya pada saat saya selesai di Pembangunan Jaya Ancol, saya sudah pada masa pensiun. Bukan masa pensiun, saya sudah tiga kali karena orang biasanya satu kali atau maksimal dua kali.
Pada saat itu saya ditugaskan tiga kali. Bahkan pada saat itu Pak Jokowi dan Pak Ahok ingin saya diteruskan. Saya sampaikan pak kalau saya di situ tidak ada regenerasi, terus saya dikasih amanat mengelola satu perusahaan, Jakarta Propertindo.
Itu perusahaan kecil kalau dibandingkan dengan Ancol mungkin seperempat atau seperlimanya gitu dari segi gaji dan sebagainya.
Tapi saya lihat satu sisi saya harus menghadapi kenyataan bahwa dimanapun saya bisa bekerja.
Tapi yang saya nikmati, saya jadi pemimpin di situ. Saya memimpin satu tim yang kecil, yang solid yang saya harus cari orang-orangnya untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama. Itu sempat dalam titik terendah mau ke mana saya , nah tapi justru saya di situ ternyata ada suatu hal yang baik untuk masyarakat Jakarta. Beberapa taman-taman saya lakukan yang tadinya itu adalah tempat kumuh.
Saya berhasil mengubah suatu perusahaan yang bukan apa-apa menjadi suatu perusahaan yang punya masa depan dan mendapat suntikan modal Rp1,3 triliun.
Sekarang kan Jakpro membuat
Light Rail Transit (LRT) yang ada di Kelapa Gading dan beberapa tugas-tugas.
Itu saya pikir satu titik terendah tapi karena memang ada suatu kepercayaan dan saya berusaha untuk memberikan yang terbaik, maka ada suatu kondisi yang terbaik dari saya.
Ketika Anda menjabat sebagai Menteri Perhubungan, kemarin ada persoalan ojek online lalu tiket pesawat. Masalah tiada henti, bagaimana Anda menyikapi hal tersebut?Saya kan dari orang korporasi. Sebelumnya saya banyak berhadapan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat tetapi saya harus memastikan korporasi itu berjalan dengan baik. Syukur kata tidak ada perusahaan yang saya kelola itu rugi, semuanya untung.
Nah menghadapi konteks itu karena dasar yang disampaikan orang tua saya adalah melayani masyarakat itulah yang menjadi (kunci). Saya selalu terngiang-ngiang pikiran saya pada saat saya ditugaskan sebagai Direktur Utama Jaya Ancol yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Yang saya pikirkan adalah kebanggaan saya di hadapan ibu saya yang sedang sakit. Dia bangga sekali karena saya, bukan karena saya menjadi direktur utama, atau jabatan yang lain, tapi bisa melayani masyarakat banyak.
Oleh karena itu saya dekat dengan ojek online, selalu mendengarkan pesan-pesan mereka. Pesan mereka adalah bagaimana diberikan kesempatan untuk bekerja. Di samping saya tahu persis Pak Jokowi tanpa bicara, gestur dari Pak Jokowi adalah bagaimana memberikan kesempatan bekerja bagi orang lain.
Begitu juga dengan tarif (harga tiket pesawat), saya bisa membayangkan bahwa tarif yang begitu mahal sekarang ini menjadi masalah bagi masyarakat. Tapi saya sadar bahwa tarif sebelumnya itu tidak sehat, tarif hasil suatu persaingan tidak sehat. Oleh karenanya saya harus mencari ekuilibrium harga di mana harga tersebut memberikan suatu ruang bagi pengguna agar relatif terjangkau, tetapi tidak maksimal. Tapi memastikan juga ke depan airline-airline ini tidak merugi. Airline tetap pada tahap mereka bisa
survive, tetap bersaing.
Jadi dua
case ini berat, tapi setelah saya jalani kadang-kadang saya relaksasi dengan sholat, kadang-kadang dengan bermain musik, saya bisa atasi. Akhirnya ada satu kepuasan pada saat ojek
online sekarang relatif selesai. Tidak bergejolak.
Apakah Anda merasa jengkel karena kedua persoalan itu rupanya masih menjadi pro dan kontra?Tidak sampai jengkel sih ya, kesal. Jadi begini, masyarakat kan suka berpikir tentang dirinya sendiri. Pengusaha tentang dirinya sendiri. Tugas pemerintah mengedukasi mereka. Satu edukasi yang ingin saya sampaikan kepada masyarakat kami mau nggak sih biarkan mereka bertarung sehingga yang satu mati, kalau yang satu mati hanya satu penerbangan. Kalau hanya satu penerbangan justru monopoli. Lebih susah lagi. Harganya tidak bisa terkontrol.
Juga terjadi di ojek online, ini dua entitas. Mereka harus dapat
treatment yang sama, di antara dua operator itu dan angka dari itu harus angka (harga tarif) yang ekuilibrium. Artinya masyarakat mampu, pengendara cukup gajinya, dan operator masih oke. Saya sampaikan jelas sama operator, saya tidak ingin kalian hanya satu yang beroperasi. Silahkan kalian berpikir bekerja bersama-sama.
Menjadi Menteri Perhubungan tentu sibuk sekali, apa yang Anda lakukan ketika waktu luang?Waktu senggang itu biasanya Sabtu atau Minggu saya menyisakan satu hari yang sedikit penuh dengan keluarga. Itu biasanya bisa mengunjungi keluarga yang lain, bisa juga pasti ingin makan bersama atau mengunjungi tempat-tempat tertentu begitu ya.
Biasanya satu hari karena kalau Sabtu atau Minggu saya harus bekerja, jadi praktis satu hari libur Sabtu atau Minggu itu saya harus ke lapangan. Saya harus cek apa yang saya lakukan sebelum Senin.
Kalau hobi sendiri, apa masih dilakukan ketika waktu luang?
Hobi sebenarnya dengerin musik yang tidak putus dari dulu sampai sekarang, pada saat SMA saya suka bermusik tapi setelah itu tidak pernah bermusik, sekarang baru satu tahun terakhir ini diajak teman-teman Pak Basuki (Menteri PUPR Basuki Hadimuljono) untuk main musik.
Nah itu jadilah hobi saya sekarang. Jadi kalau hari-hari yang penat gitu ya, saya ajak teman-teman perhubungan di sini ya jam 9-10 nyanyi bersama-sama untuk melepaskan kepenatan. Yang lain apa ya, hobinya bergaul. Komunikasi.
Lalu, bagaimana Anda menjaga kesehatan, apakah masih sempat untuk berolah raga?
Ya kalau harus dikatakan olah raga saya kurang sebenarnya. Saya cari olah raga yang paling sederhana, yaitu akhirnya saya main ping pong. Jadi dua atau tiga kali seminggu main ping pong. Kadang-kadang dengan teman-teman atau dengan pelatih karena saya yakin ping pong selain dapat keringat, dapat refleks yang harus saya lakukan. Lainnya sih jalan-jalan pagi.
Setelah menjadi Menteri Perhubungan, apa rencana Anda selanjutnya?
Saya memang bisa dikatakan
workaholic, saya bekerja itu sayang sekali. Bagaimana saya memanfaatkan waktu-waktu ini untuk masyarakat dan negara. Jadi saya banyak rencana.
Rencana yang paling saya inginkan apapun jabatan saya adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Kita tahu disparitas masyarakat bawah dan atas beda sekali. Seorang konglomerat yang kalau makan satu porsi mahal sekali, sementara masyarakat di bawah untuk dapat Rp100 ribu sehari susah.
Jadi dalam jabatan apapun itu yang akan saya kerjakan pemberdayaan masyarakat.