yoldash.net

Mimpi Jadi Dokter, Maryono Malah 'Obati' Bank Sakit

Bercita-cita menjadi dokter, Direktur Utama BTN Maryono malah mendapat mandat untuk 'mengobati' bank sakit. Bank Century, salah satunya.
Bercita-cita menjadi dokter, Direktur Utama BTN Maryono malah mendapat mandat untuk 'mengobati' bank sakit. Bank Century, salah satunya. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni).

Jakarta, Indonesia -- Manusia bisa berencana, namun Tuhan juga yang menentukan. Pameo ini tepat untuk menggambarkan hidup Maryono, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN. Bagaimana tidak?

Semasa remaja, ia bercita-cita menyembuhkan orang sakit. Namun, takdir berkata lain. Bukannya menjadi dokter, pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 16 September 1955 tersebut malah diberi mandat untuk 'mengobati' bank sakit.

Lewat tangannya, Maryono berhasil mengeluarkan Bank Century (yang bersulih nama menjadi Bank Mutiara, kemudian Bank JTrust Indonesia), dari kondisi bank tidak sehat menjadi bank sehat hanya dalam waktu satu tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekadar mengingatkan, pada November 2008 silam, Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Bank tersebut kemudian diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Dokter itu memperbaiki orang sakit, tapi sekarang saya istilahnya memperbaiki bank yang sakit. Dalam kancah pekerjaan saya di perbankan, kebanyakan ialah memperbaiki, baik memperbaiki bank sendiri, penugasan pemerintah, penugasan tempat lain atau juga divisi lain yang ada bank," tuturnya kepada Indonesia.com baru-baru ini.

[Gambas:Video CNN]

Maryono sendiri mulai meniti karirnya di industri perbankan sebagai Wira Muda di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) pada 1982. Perlahan tapi pasti, karirnya menanjak mulai dari Kepada Cabang Bapindo hingga menduduki posisi sebagai Group Head PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada periode 2004-2008.

Selama 36 tahun berkarir di dunia perbankan, Maryono mengaku berpegang teguh pada petuah yang disampaikan kedua orang tuanya, termasuk sang mertua. Dari sang ayah, Maryono mendapatkan pelajaran bahwa manusia harus bekerja keras, namun tetap menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan kewajiban agama.

Sementara, dari sang mertua yang merupakan nasionalis, Maryono mendapat pesan bahwa dalam bekerja hendaknya jangan mementingkan sendiri diri, akan tetapi juga berpikir untuk kepentingan bangsa.

"Jadi, perpaduan antara keduanya, bahwa kita dalam bekerja harus bekerja keras, kita harus cerdas, dan kita harus ikhlas," tegas bapak dari tiga orang anak tersebut.


Hal itu pula yang dibuktikannya di dalam keluarga. Kesibukannya sebagai bos bank pelat merah tidak lantas membuat Maryono menghabiskan seharian waktunya untuk bekerja saja. Ia mengaku masih menyempatkan berkomunikasi dengan keluarga di sela-sela jadwalnya yang padat.

Misalnya, setiap pagi, ia tidak melewatkan sarapan bersama istri dan anak bungsunya. Sesi diskusi meja makan, dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk bercengkerama bersama keluarga. Meski demikian, Maryono mengaku tak punya jadwal khusus untuk berkumpul bersama keluarga.

Selain sarapan, ia juga rutin bersepeda bersama sang istri. Aktivitas ini adalah favorit Maryono dan istri, di samping olahraga golf. Bahkan, ia rutin bersepeda saat akhir pekan. Tidak tanggung-tanggung, ia mengklaim mampu mengayuh sepeda hingga sepanjang 30 kilometer untuk setiap beraktivitas.

Kepada Indonesia.com, Maryono juga berkisah tentang cita-citanya yang belum terwujud. Yakni, menyediakan perumahan layak bagi masyarakat Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.


Selain menjadi bankir, apa lagi aktivitas bapak?

Dari awal memang saya tidak hanya aktif di pekerjaan perbankan, tetapi juga aktif di bidang kegiatan sosial. Misalnya di asosiasi perbankan. Kemudian perkumpulan daerah saya, yaitu Rembang, dan perkumpulan alumni. Saya lakukan semua betul-betul untuk bisa berkontribusi dan berkiprah di kegiatan sosial di luar kegiatan perbankan.

Selama 36 tahun berkarir di perbankan, apa prestasi atau kinerja yang sangat membekas di hati bapak?

Saya kira setiap pekerjaan pasti memberikan suatu kebanggaan. Saya di Bapindo bisa membongkar permasalahan kredit fiktif. Ini menjadi kebanggaan saya, karena kami bisa mencari suatu kesalahan untuk kebenaran.

Kedua saat menjadi group head atau kepala wilayah yang terbaik di antara teman yang lain. Ketiga, saya bisa menyelesaikan penugasan Bank Century. Terakhir, saya mendapatkan banyak penghargaan sebagai CEO terbaik. Itu merupakan suatu bekas atau sejarah yang saya lalui dengan ketulusan.


Apa semua yang sudah bapak capai sesuai dengan cita-cita hidup bapak?

Sebetulnya saya dari kecil tidak mempunyai cita-cita menjadi bankir. Kalaupun sekarang saya mendapatkan kepercayaan menjadi Direktur Utama, itu kebanggaan yang luar biasa, karena dari kecil saya tidak membayangkan menjadi Direktur Utama.

Walaupun demikian, saya ingin mengelola bank ini dengan lebih baik lagi. Terus terang ke depan, masih banyak permasalahan terutama dari perubahan ekonomi global yang begitu drastis dalam perbankan. Jadi perlu kami kawal supaya bank ini bisa menjadi bank yang baik dan sehat. Saya juga ingin memberikan contoh kepada anak muda dalam mengelola bank yang baik.

Apa cita-cita bapak yang masih ingin diwujudkan?

Melihat data, masih banyak masyarakat yang belum mempunyai rumah. Jadi, saya bercita-cita bagaimana kami mempercepat pembiayaan rumah khususnya masyarakat segmen bawah. Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan rumah yang layak dan mereka mampu membayar.


Bagaimana bapak mengelola waktu antara Direktur Utama BTN, kegiatan di asosiasi, dan keluarga?

Saya kira ikuti saja, seperti mengikuti air yang mengalir. Untuk bisa berkarir seperti sekarang sekaligus melakukan kegiatan sosial semuanya dilakukan dengan ketulusan. Suatu hal yang dilakukan dengan ketulusan itu tidak memberatkan pikiran dan tenaga. Apalagi dengan keluarga besar saya, dengan istri, anak, dan cucu pasti lebih tulus.

Kapan bapak melakukan hobi di sela kesibukan?

Hobi sebagai selingan, saya menjaga kesehatan agar tetap seimbang. Olahraga yang paling baik adalah sepeda dan renang. Saya menyukai sepeda karena waktunya tidak dibatasi, tetapi saya juga punya hobi olahraga golf. Dengan golf saya bisa komunikasi, sehingga tidak hanya menyehatkan, tapi juga stres akan hilang.


Apa filosofi bapak dalam bekerja?

Saya sudah kerja kurang lebih 36 tahun, saya happy (bahagia) seperti ini. Saya melakukan tiga hal, bahwa saya maunya kerja keras, bagaimana kerja dengan cerdas, dan bagaimana melakukan kerja secara ikhlas. Tiga hal itu.

Apa bapak meneruskan nilai ini kepada anak-anak bapak?

Iya, saya teruskan kepada anak-anak. Alhamdulillah anak-anak saya prestasi kerjanya tidak memalukan, dia bekerja dengan baik tapi tidak lupa dengan keluarganya. Semoga ke depan tidak mengalami perubahan dan guncangan, karena kadang-kadang perilaku seseorang dipengaruhi lingkungan dan teman-teman di sekitarnya.

Seperti saya, walaupun diisi oleh nasehat orang tua dan mertua, tapi dalam perjalanan saya juga diisi oleh pimpinan saya. Saya melihat pemimpin saya dulu, yaitu Pak Robby Djohan dan Pak Agus Martowardojo. Dua orang tersebut yang saya lihat bisa bekerja secara cermat. (bir)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat